Lewat Kisah Sya’ban Ketua BKM Wirzaini Usman Motivasi Jamaah untuk Meningkatkan Sedekah

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ketua Umum BKM Babul Maghfirah Wirzaini Usman, S.Hi,M.I.Kom saat memberikan ceramah ramadhan di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, Senin, 27/03/2023. Foto HAI/Hamdani

ACEH BESAR – Ketua BKM Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar Wirzaini Usman, S. Hi M.I.Kom mengangkat kisah penyesalan Sya’ban dalam ceramahnya untuk meningkatkan motivasi jamaah dalam bersedekah, Senin, (27/3).

Cerita Sya’ban atau Syu’ban merupakan kisah hidup seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang sangat populer karena ibadah-ibadah yang dilakukan bersama Rasulullah.

ADVERTISEMENTS

“Sya’ban ada seorang sahabat yang selalu melaksanakan shalat subuh berjamaah, ia menempuh perjalanan hingga ± 3 jam jalan kaki untuk mencapai masjid hanya untuk bisa melaksanakan sahabat subuh berjamaah bersama Rasulullah,” ujar Wirzaini mengawali ceramahnya.

ADVERTISEMENTS

“Coba kita bayangkan jarak rumah Sya’ban ke masjid seberapa jauh,” tambah Ketua DPP Generasi Muda Mathla’ul Anwar itu.

ADVERTISEMENTS

“Bagaimana dengan jarak rumah kita menuju masjid, adakah seperti Sya’ban?” Tanya Wirzaini kepada hadirin.

ADVERTISEMENTS

“Bahkan rumah kita hampir berdempetan dengan dinding masjid namun belum juga hadir ke masjid untuk melakukan shalat berjamaah,” tandasnya.

ADVERTISEMENTS

Di pagi itu Rasulullah Saw sempat menunda shalat subuh beberapa saat karena Rasulullah melihat Sya’ban tidak ada diposisi di mana ia sering berdiri melaksanakan shalat.

ADVERTISEMENTS

Hingga yang ditunggu-tunggu pun belum muncul, maka Rasulullah melanjutkan untuk shalat.

Selesai shalat kemudian Rasulullah bertanya kepada para sahabat.

“Adakah yang tahu dimana rumah Sya’ban? Mengapa ia tidak datang untuk shalat?,”

Lalu salah seorang menjawab, ‘”saya mengetahui di mana rumah Sya’ban ya Rasulullah,”

Lantas, beliau dan beberapa sahabat lainnya langsung menuju rumah Sya’ban yang berada disekitar Mekah.

Kedatangan Rasulullah Saw bersama para sahabat disambut oleh istri Sya’ban.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah.

“Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab wanita tersebut.

“Bolekah kami menemui Sya’ban ra, ia tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasul.

Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban ra menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”

Lalu istri Sya’ban pun menceritakan apa yang dilihatnya pada saat sakaratul maut, dan Sya’ban mengucapkan beberapa kalimat yang ia tidak mengerti.

“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.

Dia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban.

Kemudian Nabi menjelaskan masing-masing maksud ucapan Sya’ban tersebut.
Mengapa tidak lebih jauh? Sebelum meninggal dunia, Sya’ban ditampilkan pahala besar karena perjalanan jauhnya dari rumah ke masjid.

Maka Sya’ban pun menyesal mengapa jaraknya tidak lebih jauh sehingga pahalanya lebih besar.

Mengapa bukan yang baru? Penyesalan itu diungkapkan oleh Sya’ban karena ia pernah memberikan baju luar yang butut kepada seorang yang kedinginan.

Setelah ditampakkan besarnya pahala sedekah baju itu, Sya’ban menyesal, mengapa yang diberikan bukanlah baju yang baru sehingga harapannya pahalanya lebih besar.

Mengapa tidak semuanya? Sya’ban menyesal karena ia pernah bersedekah sebagian roti kepada seseorang. Ketika ditampakkan besarnya pahala sedekah itu, Sya’ban menyesal, mengapa ia tidak menyedekahkan semua roti yang dimilikinya saat itu.

Dari kisah Sya’ban tersebut marilah sekarang kita menilai diri sendiri. Sekelas Sya’ban saja bisa menyesal ketika saat sakaratul maut menjemputnya. Menyesal mengapa tidak lebih banyak lagi berbuat amal kebaikan.

Sekiranya dia mengetahui begitu besarnya pahala yang diberikan oleh Allah SWT saat ia memberikan baju dan rotinya kepada orang lain sebagai sedekah tentu ia akan berikan roti itu semuanya.

Begitu juga dengan baju baru yang ia pakai. Pastilah akan disedekahkan. Itulah penyesalan Sya’ban.

Oleh karena itu kita yang saat ini masih diberikan kesempatan, marilah meningkatkan sedekah kita. Apalagi masjid saat ini sedang membutuhkan bantuan.

Tidaklah disebut kaya kalau kita tidak mampu sedekah. Buktikan kalau kita kaya dengan banyak bersedekah.

“Jangan menjadi orang yang kikir sehingga tidak berinfak dan bersedekah,” tegasnya.

Semoga kisah ini dapat menginspirasi kita semua untuk berbuat kebajikan, menegakkan shalat berjamaah, dan gemar bersedekah. []

Exit mobile version