APA yang belum terjadi tapi sudah dirubah? Ya, “program makan siang gratis” berubah menjadi “makan bergizi gratis”. Presiden terpilih periode 2024–2029 Prabowo Subianto Sang Penggagas program baru menyadari siswa sekolah SD yang merupakan target program masuk sekolah pagi dan pulang siang, sehingga menunggu makan siang itu terlalu lama , kata “ makan pagi” nya yang harus dirubah.
Pelaksanaan program yang akan berjalan tahun 2029 akan disesuaikan dengan tipologi daerah. Maksudnya Jenis makanan yang akan diberikan berbeda bagi anak yang tinggal di kawasan pesisir dengan pegunungan dan pulau. Misalnya Maluku Barat Daya, yakni Pulau Moa masyarakatnya banyak produksi susu kerbau, bisa diberi bahan pangan bergizi seperti ikan dan telur.
Program ini menurut bisa meningkatkan gizi anak Indonesia sekitar 25 persen dan sangat menentukan masa depan bangsa. Indonesia bisa menjadi negara ke-7 yang memberikan program makan bergizi dari 6 negara lain yang sudah mulai mempersiapkan program makan siang gratis. Total di dunia ada 76 negara yang sudah konsisten dengan program ini.
Program makan bergizi gratis juga akan memberikan manfaat kepada perekonomian daerah terutama petani dan peternak yang hasil produksinya dibeli untuk pelaksanaan program tersebut. Artinya, menurut Prabowo program ini akan menjadi growth driver atau pendorong pertumbuhan ekonomi kebangsaan.
Anggota Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Hashim Djojohadikusumo, menyebut program ini akan memakan dana Rp 450 triliun setiap tahun, namun ia sekaligus memastikan dana tidak akan diambil dari anggaran program bantuan sosial (bansos) melainkan anggaran baru.
Demikian juga Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Budiman Sudjatmiko akan ada penghematan anggaran hingga separuh, karena program ini ditekankan sesuai tipologi daerah yaitu ditekankan pada sumber pangan sesuai panen di tiap wilayah.
Sat Setnya Pemerintah Untuk Urusan Satu Ini
Kalau sekadar peralihan istilah atau biasa disebut eufimisme pemerintah kita sudah lihat, sebut saja program BPJS atau yang terbaru Tapera juga menggunakan istilah gotong royong untuk memotong gaji rakyatnya. Atau blendid fund untuk dana investasi proyek hasil pertemuan tingkat internasional WWF dan lainnya. Namun untuk studi banding tidak main-main, meski kesannya serius ini pun tak lebih dari proyek menghabiskan anggaran negara sebelum di susun anggaran APBN yang baru.
Pemerintah sebagaimana dijelaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan mempelajari program makan siang gratis dari Jepang. Airlangga mengatakan Jepang sudah berpengalaman menerapkan program tersebut sejak akhir Perang Dunia II, artinya sudah sekitar 70 tahun menerapkan program makan siang gratis. Pemerintah juga akan ke cina untuk tujuan yang sama.
Yang perlu kita perhatikan, menu makan siang gratis di Jepang dibuat dan diawasi secara ketat baik itu jenis makanan, kandungan gizi hingga kalori yang disesuaikan dengan kebutuhan anak sesuai usianya. Awalnya, program tersebut diperuntukkan bagi siswa-siswi yang kurang mampu namun pada akhirnya Pemerintah Jepang mengeluarkan undang-undang tahun 1954 yang mewajibkan siswa sekolah dasar dan menengah mendapatkan makan siang gratis di sekolah.
Jepang menggunakan politik tertutup pasca jatuhnya bom Nagasaki dan Hiroshima, kaisar memutuskan Jepang recovery mandiri tanpa melibatkan negara asing samasekali, memang berat, namun Jepang berhasil dan menjadi negara mandiri yang kuat perekonomiannya. Tentu Indonesia tidak bisa serta merta meniru begitu saja program makan siang ini dari Jepang.
Secara banyaknya kekayaan alam, Indonesia jelas lebih unggul. Masalahnya Indonesia kedaulatannya sudah tergadai oleh negara kapitalis yang hari ini sekaligus menjadi pemimpin dunia. Amerika dan negara Eropa lainnya, bahkan Cina. Secara kasat mata mampu mempermainkan nasib satu bangsa dari mulai urusan pasar, ekonomi, pendidikan hingga hukum yang harusnya dilegalkan di negeri ini. Maka studi banding ini tak lebih dari sekadar pemborosan anggaran .
Program makan bergizi gratis menunjukkan tidak seriusnya penguasa negeri ini melihat persoalan umat. Jika rakyat tak bisa makan, angka stunting tak pernah turun, rakyat sulit mengakses pendidikan sehingga pengetahuannya tentang gizi sangat buruk, apalagi kesehatan, yang penting makan, bergizi atau tidak urusan lain, kriminalitas kian mengerikan juga rata-rata karena faktor ekonomi, maka fix, kita salah menerapkan aturan. Jika tetap program makan bergizi gratis ini dilanjut kita malah semakin salah jalan. Apalagi dinisbatkan sebagai faktor pendukung tumbuhnya perekonomian, jika masih dalam kungkungan kapitalisme hanya jadi bualan semata.
Kapitalisme lah yang menjadi biang kerok seluruh masalah di negeri ini. Sebenarnya tak ada yang tersisa di negeri ini, sebab kedaulatan pun sudah tersandra dengan ulah beberapa pemegang modal besar yang sukses mendudukkan penguasa boneka, melalui pemilu. Ya, demokrasi makin membuat kapitalisme menghujam dalam di negeri ini sehingga apapun kebijakan pemerintah tak lepas dari prinsip untung rugi ala pengusaha.
Yang namanya proyek, jika kita di alam kapitalisme maka artinya adalah investasi, utang lunak, kerjasama bilateral atau multilateral yang kemudian menghasilkan kesepakatan, negara asing modal, tenaga ahli, tenaga kerja berikut teknologi sedang kita adalah lahannya, pasarnya, dan pemilik bahan baku yang siap habis-habisan memberikan yang terbaik untuk sang pemilik modal.
Adakah Solusi Terbaik?
Jika sudah sedemikian genting, adakah solusi untuk keluar dari persoalan ini? Jelas ada, yaitu kembali kepada pengaturan Islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. , para sahabat dan kholifah-kholifah selanjutnya.
Namun penyelesaian Islam komperenhif dan menyeluruh. Bukan hanya sebagai kecilnya. Sebab memandang persoalan pada pokok permasalahan, yaitu penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga setiap aturan fokusnya hanya pada kepentingan segelintir manusia saja.
Pemimpin dalam Islam adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap rakyat, sejahtera atau sengsara. Rasulullah Saw. Bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Di pundaknya lah kewajiban itu ada, berat memang, namun Allah Swt. telah memberi seperangkat hukum dan aturan yang pasti lebih adil dan menyejahterakan.
Makan siang gratis atau makan bergizi gratis tidak akan menjadi fokus negara, sebab ini hanyalah solusi dari dampak, akar persoalannya adalah ketidaksejahteraan rakyat karena akses yang sulit kepada enam kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Maka, negara mewujudkan itu melalui pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah di negeri ini.
Dari hasil pengelolaan itu dikembalikan kepada rakyat, baik secara langsung semisal air, listrik, BBM dan lainnya. Secara tidak langsung dengan negara membangun seluruh fasilitas umum yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pokok di atas misal dengan membangun rumah sakit, sekolah, jalan, jembatan, laboratorium dan lain sebagainya.
Pengelolaan sumber daya alam juga memunculkan industri, yang pasti akan membutuhkan pekerja dalam jumlah yang banyak. Tak menutup kemungkinan bagi rakyat yang ingin pemenuhan nafkah keluarganya melalui pertanian, nelayan dan lainnya maka negara hadir memfasilitasi setiap kebutuhanya baik barang bergerak maupun tak bergerak yang tersimpan di Baitulmal dalam pos kepemilikan umum dan negara.
Negara akan melarang segala jenis muamalah yang berbasis riba, dan sejenisnya yang kini jadi andalan kapitalis. Akan ada sanksi hukum yang tegas bagi siapa saja yang melanggar dan merugikan hak-hak individu rakyat. Penetapan seluruh kebijakan ini tak perlu studi banding sebab ada dalam Islam. Sebab Islam bukan hanya berisi akidah namun juga cara pandang dalam kehidupan dan solusi tuntas seluruh problematika umat. Wallahualam bissawab.[]