Sabtu, 16/11/2024 - 04:52 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Makan Bergizi Gratis, Growth Driver Ekonomi Kebangsaan?

Program makan bergizi gratis menunjukkan tidak seriusnya penguasa negeri ini melihat persoalan umat. Jika rakyat tak bisa makan, angka stunting tak pernah turun, rakyat sulit mengakses pendidikan sehingga pengetahuannya tentang gizi sangat buruk, apalagi kesehatan, yang penting makan, bergizi atau tidak urusan lain, kriminalitas kian mengerikan juga rata-rata karena faktor ekonomi, maka fix, kita salah menerapkan aturan. Jika tetap program makan bergizi gratis ini dilanjut kita malah semakin salah jalan. Apalagi dinisbatkan sebagai faktor pendukung tumbuhnya perekonomian, jika masih dalam kungkungan kapitalisme hanya jadi bualan semata.

Kapitalisme lah yang menjadi biang kerok seluruh masalah di negeri ini. Sebenarnya tak ada yang tersisa di negeri ini, sebab kedaulatan pun sudah tersandra dengan ulah beberapa pemegang modal besar yang sukses mendudukkan penguasa boneka, melalui pemilu. Ya, demokrasi makin membuat kapitalisme menghujam dalam di negeri ini sehingga apapun kebijakan pemerintah tak lepas dari prinsip untung rugi ala pengusaha.

Yang namanya proyek, jika kita di alam kapitalisme maka artinya adalah investasi, utang lunak, kerjasama bilateral atau multilateral yang kemudian menghasilkan kesepakatan, negara asing modal, tenaga ahli, tenaga kerja berikut teknologi sedang kita adalah lahannya, pasarnya, dan pemilik bahan baku yang siap habis-habisan memberikan yang terbaik untuk sang pemilik modal.

Adakah Solusi Terbaik?

Jika sudah sedemikian genting, adakah solusi untuk keluar dari persoalan ini? Jelas ada, yaitu kembali kepada pengaturan Islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. , para sahabat dan kholifah-kholifah selanjutnya.

Namun penyelesaian Islam komperenhif dan menyeluruh. Bukan hanya sebagai kecilnya. Sebab memandang persoalan pada pokok permasalahan, yaitu penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga setiap aturan fokusnya hanya pada kepentingan segelintir manusia saja.

Pemimpin dalam Islam adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap rakyat, sejahtera atau sengsara. Rasulullah Saw. Bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Di pundaknya lah kewajiban itu ada, berat memang, namun Allah Swt. telah memberi seperangkat hukum dan aturan yang pasti lebih adil dan menyejahterakan.

Makan siang gratis atau makan bergizi gratis tidak akan menjadi fokus negara, sebab ini hanyalah solusi dari dampak, akar persoalannya adalah ketidaksejahteraan rakyat karena akses yang sulit kepada enam kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Maka, negara mewujudkan itu melalui pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah di negeri ini.

Dari hasil pengelolaan itu dikembalikan kepada rakyat, baik secara langsung semisal air, listrik, BBM dan lainnya. Secara tidak langsung dengan negara membangun seluruh fasilitas umum yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pokok di atas misal dengan membangun rumah sakit, sekolah, jalan, jembatan, laboratorium dan lain sebagainya.

Pengelolaan sumber daya alam juga memunculkan industri, yang pasti akan membutuhkan pekerja dalam jumlah yang banyak. Tak menutup kemungkinan bagi rakyat yang ingin pemenuhan nafkah keluarganya melalui pertanian, nelayan dan lainnya maka negara hadir memfasilitasi setiap kebutuhanya baik barang bergerak maupun tak bergerak yang tersimpan di Baitulmal dalam pos kepemilikan umum dan negara.

Negara akan melarang segala jenis muamalah yang berbasis riba, dan sejenisnya yang kini jadi andalan kapitalis. Akan ada sanksi hukum yang tegas bagi siapa saja yang melanggar dan merugikan hak-hak individu rakyat. Penetapan seluruh kebijakan ini tak perlu studi banding sebab ada dalam Islam. Sebab Islam bukan hanya berisi akidah namun juga cara pandang dalam kehidupan dan solusi tuntas seluruh problematika umat. Wallahualam bissawab.[]

1 2

Reaksi & Komentar

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنكُمْ وَأَنتُم مُّعْرِضُونَ البقرة [83] Listen
And [recall] when We took the covenant from the Children of Israel, [enjoining upon them], "Do not worship except Allah; and to parents do good and to relatives, orphans, and the needy. And speak to people good [words] and establish prayer and give zakah." Then you turned away, except a few of you, and you were refusing. Al-Baqarah ( The Cow ) [83] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi