Jumat, 15/11/2024 - 16:36 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ACEH

Malik Mahmud Kembali Dikukuhkan sebagai Wali Nanggroe Periode 2023-2028

HARIANACEH.co.id|Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar pengukuhan Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh Tgk. Malik Mahmud Al Haytar di ruang sidang utama, Jumat (15/12) pagi. Pengukuhan tersebut merupakan hasil Keputusan Majelis Tuha Peut Wali Nanggroe Nomor 01 Tahun 2023 tentang Penetapan Wali Nanggroe Aceh masa jabatan 2023-2028.

“Majelis Tuha Peut Wali Nanggroe memutuskan, menetapkan Teungku Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Wali Nanggroe Aceh masa jabatan 2023-2028,” kata Sekwan DPR Aceh, Suhaimi.

Pengukuhan tersebut turut dihadiri mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mantan Juru Runding RI Prof Hamid Awaluddin, Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki, dan dipimpin langsung oleh Ketua DPRA, Zulfadhli, A.Md.

Pengukuhan Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar tersebut juga dihadiri tiga Wakil Ketua DPRA dan para anggota. Hadir pula Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) yang juga Waliyul ‘Ahdi Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, Wakil Ketua KPA Kamaruddin Abubakar atau Abu Razak, dan Darwis Jeunieb.

Ikut hadir para pimpinan unsur Forkompida Aceh, seperti Ketua MPU Aceh Tgk Faisal Ali, Kajati Aceh, dan para Tuha Peut Wali Nanggroe.

Sidang pengukuhan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe Aceh periode 2023-2028 dibuka oleh Ketua DPR Aceh, Zulfadhli.

“Penetapan dan pengukuhan Wali Nanggroe Aceh diatur dalam Pasal 84 ayat (1) dan ayat (2) Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2023 yang menjelaskan bahwa Wali Nanggroe ditetapkan dengan keputusan Tuha Peut dan mengucapkan sumpah mengukuhkan dirinya sendiri dalam sidang paripurna DPRA yang bersifat istimewa,” kata Zulfadhli.

Pengukuhan Wali Nanggroe dilakukan berdasarkan agama Islam

“Demi Allah, demi Allah, demi Allah, saya bersumpah dengan nama Allah seraya Alquran yang mulia di tangan saya bahwa akan saya serahkan nyawa, darah, dan harta saya untuk Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata PYM Malik Mahmud Al Haytar dalam pengukuhan tersebut.

Rangkaian pengukuhan Wali Nanggroe Aceh PYM Malik Mahmud Al Haytar juga disertai dengan prosesi peusijuk.

Ingatkan tentang Implementasi MoU Helsinki

Wali Nanggroe PYM Malik Mahmud Al Haytar mengatakan Lembaga Wali Nanggroe merupakan hasil kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki dan juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Sebagai Wali Nanggroe Aceh yang juga mantan Juru Runding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di masa lalu, Malik Mahmud mengaku terus melakukan upaya-upaya percepatan proses implementasi MoU Helsinki dan UUPA.

“Memasuki usia 18 tahun perdamaian Aceh ada banyak hal yang telah kita capai, tetapi juga harus kita akui ada banyak butir-butir perjanjian yang belum dipenuhi oleh pemerintah Pusat,” kata Wali Nanggroe.

Hal itu menurut Wali Nanggroe, terjadi karena adanya pergantian kepemimpinan di tingkat nasional maupun kementerian yang terkadang melahirkan kebijakan-kebijakan baru, yang mengabaikan kekhususan dan keistimewaan Aceh. Hingga saat ini Wali Nanggroe mengaku bersama pihak-pihak lainnya terus berupaya melakukan agar kehendak perdamaian Aceh seperti yang diatur dalam UU RI No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dapat segera terimplementasi sepenuhnya.

“Perjuangan Aceh melalui jalur diplomasi politik antara Aceh dengan Jakarta masih terus berlanjut sebagai sebuah dinamika sosial politik, serta pembangunan yang akan berlangsung mengikuti arus zaman dan aktornya,” kata Wali Nanggroe.

Wali Nanggroe Malik Mahmud berharap semua tokoh Aceh dari berbagai elemen untuk berada bersama dalam memperjuangkan kepentingan Aceh.

Sementara itu, Pj Gubernur Achmad Marzuki menyampaikan selamat kepada Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haytar, yang telah dikukuhkan kembali sebagai Wali Nanggroe Aceh untuk Masa Jabatan tahun 2023-2028.

“Do’a kami semua, semoga Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh akan dimudahkan oleh Allah SWT dalam menjalankan amanah sebagai Pemersatu Masyarakat Aceh, Pengawal Perdamaian, Pembina Keagungan Dinul Islam dan Pelestarian Kehidupan Adat, Budaya dan Tamaddun Aceh sebagaimana yang diamanatkan dalam Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2023 tentang Wali Nanggroe,” kata Achmad Marzuki, saat memberikan sambutan dalam pengukuhan tersebut.

1 2

Reaksi & Komentar

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ البقرة [256] Listen
There shall be no compulsion in [acceptance of] the religion. The right course has become clear from the wrong. So whoever disbelieves in Taghut and believes in Allah has grasped the most trustworthy handhold with no break in it. And Allah is Hearing and Knowing. Al-Baqarah ( The Cow ) [256] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi