BANDA ACEH – Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mengaku tidak heran Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.Menurutnya ada orang-orang tertentu yang menyediakan logistik sehingga buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mampu bertahan selama 4 tahun dalam pelarian.
Yudi menyebut, salah satu kunci untuk menangkap eks politisi PDI Perjuangan itu adalah dengan menghentikan pasokan logistik.
Pasalnya tersangka kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 itu tidak memiliki pekerjaan selama kabur dari kejaran KPK.
Yudi memberi saran kepada penyidik KPK agar mulai mencari donatur Harun Masiku lewat orang-orang dekat eks caleg PDIP tersebut.
“Tentu Harun Masiku ini kan dia selama pelarian dia enggak mungkin bekerja, pasti ada yang menyuplai kebutuhannya. Itu yang membuatnya mampu bertahan lama dalam pelariannya.
Temukan penyuplai logistik
Nah, ini yang harus dicari oleh penyidik. Pengalaman saya, kita mencari dulu nih orang-orang dekatnya yang menyuplai,” ujar Yudi kepada wartawan, Selasa (2/1/2024).
Yudi meyakini ada orang dibalik Harun Masiku. Orang itulah yang memenuhi kebutuhan Harun Masiku.
“Ingat loh, dia kan sama kayak kita, selama pelarian tentu dia butuh makan, tempat tinggal, kebutuhan ya sandang, pangan, papan lah, seperti itu,” kata dia seperti dilansir Tribunnews.
Yudi kemudian membeberkan bahwa buronan itu tidak berpindah setiap hari.
Sepengalamannya sewaktu menjadi penyidik KPK, buronan itu memiliki durasi tertentu untuk pindah.
“Berdasarkan pengalaman saya, mereka berpindah-pindah tempat juga enggak tiap hari, atau tiap minggu ya, ada durasinya.
Nah, dalam durasi itulah maka penyidik mempunyai ruang waktu untuk bisa menemukan yang bersangkutan ada di mana berdasarkan petunjuk-petunjuk,” terangnya.
Kasus yang menjerat Harun Masiku bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 8 Januari 2020 lalu.
Saat itu, tim satgas KPK membekuk sejumlah orang, termasuk Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU dan orang kepercayaannya yang merupakan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Sementara, Harun Masiku yang diduga menyuap Wahyu Setiawan seolah hilang ditelan bumi.
Berada di Indonesia
Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui dapil Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.
Pada 16 Januari 2020, Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia.
Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun ke Indonesia, belakangan pihak Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.
KPK menetapkan Harun Masiku sebagai buronan atau masuk dalam daftar pencarian orang sejak 29 Januari 2020.
Sulitnya KPK menangkap Harun Masiku, dikomentari Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Menurut Boyamin Harun Masiku tak punya sumber daya mumpuni untuk kabur dalam waktu lama dari kejaran KPK.
Diduga Hasun Masiku sudah meninggal
Berdasarkan informasi yang diperoleh MAKI, Harun Masiku juga bukan berasal dari keluarga yang cukup mapan.
“Harun Masiku sepengetahuan saya tidak punya duit, tidak kaya lah, hidupnya biasa-biasa saja, jadi lawyer tidak laris, terus dulu kerja hanya legal di Bank,”
“Kemudian jadi tenaga ahli DPR, itu enggak banyak uangnya,” kata Boyamin saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (2/1/2023).
“Dari sisi itu, dia (Harun Masiku) tidak akan mampu sembunyi lama-lama, karena juga tidak punya famili yang kaya raya juga gitu,” sambungnya.
Dengan kondisi tersebut, Boyamin berpandangan, Harun Masiku tidak mungkin masih bertahan dalam persembunyiannya.
Ia menilai, KPK dengan sumber daya yang ada, bakal bisa dengan mudah menangkap Harun Masiku jika memang masih hidup.
Boyamin pun meyakini Harun Masiku sudah meninggal dunia sehingga tidak terlacak oleh KPK.