Maraknya Kriminalisasi Guru, Bukti Lemahnya Perlindungan Negara

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Kriminalisasi Guru terhadap Guru Honorer Supriyani. FOTO/ANTARA. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Penulis: Hastuti Bintu Rega

KRIMINALISASI guru kembali terjadi. Kali ini menimpa Supriyani, salah satu guru SD Negeri 4 Baito Sulawesi Tenggara (Sultra) yang berstatus honorer. Ia dilaporkan seorang polisi karena menghukum anaknya. Hal yang sama juga menimpa Maya, seorang guru di SMPN 1 Bantaeng yang dijebloskan ke penjara akibat menertibkan seorang siswa yang baku siram dengan temannya menggunakan sisa air pel, namun mengenai dirinya.

ADVERTISEMENTS

Kondisi yang sama dialami seorang guru di SMAN 2 Sinjai Selatan, yaitu guru honorer bernama Mubazir yang dipenjara akibat laporan dari orangtua wali karena mememotong paksa rambut siswa yang gondrong. Tak terhitung kasus serupa yang berulang, memperlihatkan sosok guru yang berhadapan dengan hukum akibat mendisiplinkan siswanya. Kabar mengenai mereka ramai diperbincangkan publik bahkan menjadi viral di media.

ADVERTISEMENTS

Padahal disiplin merupakan elemen penting dalam pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral dan membentuk karakter siswa. Namun, dalam sistem saat ini guru menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Pasalnya beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalah artikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada UU Perlindungan Anak melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi.

ADVERTISEMENTS

Di sisi lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru dan masyarakat serta negara karena masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Orang tua yang menyekolahkan anaknya seharusnya memahami bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan yang tentunya memiliki aturan untuk diterapkan.

ADVERTISEMENTS

Dalam menerapkan sebuah aturan, terkadang dibutuhkan sikap tegas dan disiplin. Hal ini sangat penting agar tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Namun sayang, ternyata sekolah dapat diintervensi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, mengatasnamakan UU Perlindungan Anak, HAM dan sebagainya.

ADVERTISEMENTS

Menarik membahas mengenai celah intervensi ini. Sebab sistem pendidikan saat ini mengadopsi asas sekularisme yang dikawinkan dengan nilai-nilai liberalisme sehingga melahirkan kurikulum yang tidak sesuai dengan jati diri siswa sebagai Muslim.

ADVERTISEMENTS

Akibatnya, lahirlah generasi muslim, tetapi sekuler dan liberal. Perilakunya jauh dari akhlak mulia.  Di dalam sistem saat ini, guru tidak dipandang sebagai pendidik generasi penerus, tetapi hanya sebagai faktor produksi yang melakukan tindakan teknis demi memenuhi target produksi. Dunia pendidikan minim nilai ruhiah dan justru didominasi nilai materi. Akibatnya, penghormatan siswa terhadap guru juga makin terkikis.

Sementara banyaknya persepsi terhadap makna dan tujuan pendidikan menimbulkan gesekan antara berbagai pihak termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan perannya khusus dalam mendidik dan membentuk karakter siswa.

Kesenjangan ini terjadi karena penerapan sistem pendidikan sekuler kapitalis yang diberlakukan saat ini menyebabkan berbagai problem muncul. Kriminalisasi guru, rendahnya tingkat kesejahteraan guru serta guru nyaris tak ada harganya sama sekali.

Pendidikan dalam Islam

Islam memiliki gambaran, metode dan standar pendidikan yang mampu memanusiakan dan memuliakan umat manusia hingga akhir zaman. Asas Pendidikan yang berlandaskan aqidah Islam menciptakan output pendidikan komprehensif dengan ilmu dan tsaqafah, menghasilkan manusia yang berkarakter mulia dan bertaqwa. Karena tujuan pendidikan tidak lagi berfokus pada kepentingan diri sendiri tetapi mengarah kepada upaya kebangkitan umat, sebuah visi mulia untuk menjadikan Islam sebagai sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Semua pihak yang terkait dalam sistem pendidikan Islam memiliki peran secara optimal. Sekolah, orang tua dan negara bersinergi mencetak output pendidikan yang akan menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Serta mendukung peran guru dalam penerapan sistem pergaulan, informasi, media massa dan lain sebagainya.

Dengan demikian, tidak ada lagi kasus orang tua yang lepas tangan terhadap pendidikan anak dan menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah/guru, ketika ada masalah justru menyalahkan guru bahkan dikriminalisasi.

Islam Memuliakan Guru

Islam memuliakan guru dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Islam memerintahkan murid untuk takzim kepada guru dengan menunjukkan akhlak mulia dan adab yang luhur. Tidak hanya murid, negara juga memuliakan guru dengan memposisikannya sebagai pendidik yang harus dimuliakan. Negara menghargai jasa para guru dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus umat dengan memberikan gaji yang tinggi.

Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani di dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadis dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar.

Dengan harga emas murni yang saat ini mencapai sekitar Rp1.500.000 per gram dan berat satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis mencapai Rp25,5 miliar per tahun.

Az-Zahrani juga menyebutkan bahwa makin tinggi tingkat keilmuan seorang ulama, gajinya makin besar. Imam Al-Waqidi, ulama ahli Al-Qur’an dan hadis paling populer pada masanya, mendapatkan gaji tahunan mencapai 40.000 dinar atau setara Rp255 miliar.

Selain itu negara juga menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk para guru. Sandang, pangan dan papan tersedia dengan harga yang terjangkau. Pendidikan, kesehatan dan keamanan tersedia gratis. Hal ini mengkondisikan guru bisa optimal dalam mendidik siswa. Tidak hanya itu, untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik para guru juga dibekali fasilitas untuk menunjang pendidikannya seperti pelatihan, diskusi ilmiah, penelitan dan sarana prasana penunjang lainnya secara gratis.

Namun, semua itu tidak akan bisa kita dapatkan jika hanya merubah sistem pendidikan saja, sebab sistem pendidikan juga berjalan seiring dengan sistem lainnya yang diterapkan. Sehingga kita butuh merubah sistem yang diterapkan hari ini menjadi sistem yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Sistem itu adalah sistem Islam yang memenuhi kriteria tersebut. Dengannya sistem pendidikan Islam mampu menjadi kiblat dan mercusuar dunia selama 14 abad lamanya dengan output ilmuan muslim yang memiliki visi mulia.

Dengan demikian solusi hakiki maraknya kriminalisasi terhadap guru adalah dengan penerapan sistem Islam dalam sebuah institusi negara khilafah. Penerapan ini tidak hanya pada sistem pendidikan tapi pada selurus aspek kehidupan, maka segala keberkahan dari langit dan bumi akan tercurah.

Exit mobile version