BANDA ACEH -Penentu arah angin pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dimainkan oleh sejumlah “king maker” yang terkonfigurasi dalam beberapa lapis.
Hal itu disampaikan pengamat politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun, saat menjadi pembicara dalam talk show Tanya Jawab Cak Ulung bertajuk “Disowani Prabowo, Surya Paloh King Maker Pilpres?”, yang digelar Kantor Berita Politik RMOL secara virtual, Kamis (2/6).
Menurut Ubedilah, “king maker” yang memainkan peran pada Pilpres 2024 terbagi ke dalam 3 lapis. Dia membaca, pada lapis pertama ada dua sosok yang berperan sebagai king maker dalam penentuan capres-capres yang akan maju di Pilpres 2024.
“Kalau dibahas konfigurasinya, pertama ada sosok Megawati, di samping Mega ada para oligarki yang terlibat dalam penentuan politik. Kemudian masih lapis pertama juga ada Prabowo bersama oligarki disekitarnaya juga sebagai penentu,” ujar Ubedilah.
Meski dua tokoh partai itu menjadi lapis pertama politik di Indonesia, Ubed justru masih melihat satu lapisan utama di atas Megawati dan Prabowo, dan sangat menentukan arah politik negeri.
“Tapi penentu dari lapis utama itu adalah para oligarki. Karena itu sangat luar biasa intervensi dari para oligarki menentukan arah politik negeri ini,” tuturnya.
Sementara pada lapis kedua atau di bawah Prabowo dan Megawati, ada partai-partai kelas menangah seperti Nasdem, Demokrat, PKS, dan PKB.
“Itu adalah Parpol yang di lapis kedua termasuk. Yang lainnya di bawah itu,” imbuhnya.
Kendati begitu, sosok yang kerap disapa Ubed ini memberikan catatan penting tentang pengaruh dari lapisan utama, yaitu kelompok oligarki terhadap king maker lapisan pertama yang diisi oleh figur ketua umum dua parpol besar tersebut.
Pasalnya, dia teringat pengalaman Pilpres 2019 yang lalu dimana king maker lapisan pertama tidak mampu memanajemen posisi oligarki dalam penentuan arah demokrasi di Indonesia.
“Saya sedikit khawatir dalam titik itu. karena pengalaman politik lalu, tokoh politik di lapis pertama itu tidak mampu atau gagal menampilkan image sebagai pihak yang memiliki semacam independensi atau kedaulatan menghadapi oligarki,” tuturnya.
“Itu yang menurut saya sebagai catatan sejarah kelam. Kenapa kelam? Karena menurut saya bangsa ini harus diatur secara adil, bukan didominasi kekuatan tertentu yang malah membuat demokrasi kita tidak sehat,” demikian Ubed.