Jumat, 15/11/2024 - 15:55 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Membangun Kepercayaan dan Sinergi antara Guru dan Orang Tua Siswa demi Masa Depan Pendidikan

Penulis: Asnawi**

BERITA yang saat ini tengah viral diberbagai media yakni tentang kasus guru yang dilaporkan oleh orang tua siswa di Sulawesi Tenggara, fenomena tersebut menjadi cerminan yang cukup menyedihkan bagi dunia pendidikan kita.

Persoalan tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam hubungan antara guru dan orang tua. Semestinya Guru merupakan orang tua kedua bagi siswa, namun konflik dan kurangnya komunikasi malah membawa masalah hingga ke ranah hukum.

Hal ini seharusnya menjadi renungan bagi kita semua, termasuk masyarakat yang ada di Aceh untuk dapat menghargai peran guru dan membangun komunikasi yang lebih baik guna menciptakan suasana belajar yang sehat dan saling percaya antara orang tua dan Guru sebagai pendidik.

Kisah dari Sulawesi Tenggara tersebut mengundang keprihatinan yang mendalam, terutama bagi insan pendidik Indonesia, Karena Guru yang selama ini dianggap sebagai sosok pengganti orang tua di sekolah, harus menghadapi persoalan hukum karena adanya kesalahpahaman atau miskomunikasi sehingga memunculkan celah dalam hubungan antara guru dan orang tua yang seharusnya menjadi satu kesatuan dalam mendidik dan membentuk karakter generasi bangsa.

Di Provinsi paling ujung barat pulau Sumatra yaitu Aceh, seharusnya kita dapat menjadikan hal ini sebagai cerminan dan pelajaran, karena Guru tidak hanya sekadar mengajar, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan kedisiplinan kepada siswa.

Sebagai pendidik, tugas mereka tidak hanya soal menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga memperbaiki Akhlak anak anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Namun, bagaimana mungkin guru dapat melaksanakan tugas ini dengan baik jika rasa hormat dan kepercayaan dari masyarakat terhadap pahlawan tanpa tanda jasa tersebut semakin menipis?

Sikap yang mudah berprasangka atau langsung melibatkan pihak hukum dalam permasalahan antara siswa dan guru bisa berakibat buruk pada iklim pendidikan secara keseluruhan.

Dalam kasus kasus yang terjadi, sering kali menimbulkan kesalahpahaman atau kekeliruan informasi yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan komunikasi yang baik.

Misalnya, seorang guru yang mungkin bermaksud menegur atau menasihati siswa justru dianggap melakukan tindak kekerasan, yang kemudian menjadi persoalan besar tanpa konfirmasi terlebih dahulu.

Untuk itu, penting bagi semua pihak, baik orang tua, guru, atau masyarakat luas, untuk selalu berpikir jernih dan saling mengingatkan akan peran masing-masing dalam mendidik anak-anak kita. Orang tua perlu membangun komunikasi yang baik dengan pihak sekolah agar tidak mudah terpancing oleh laporan sepihak dari anak anak.

Setiap tindakan disiplin yang diberikan guru tentu didasarkan pada keinginan untuk mengembangkan sikap dan perilaku positif bagi anak-anak.

Jika orang tua memahami ini, komunikasi dengan guru akan menjadi lebih harmonis, dan kepercayaan akan tumbuh di antara mereka. Di sisi lain, para guru juga perlu terus berupaya untuk menyampaikan sikap kasih sayang dalam metode pengajaran mereka. Hal ini bukan berarti mereka tidak boleh menegur siswa ketika ada yang melakukan kesalahan, tetapi lebih pada pendekatan yang lebih penuh empati dan sabar dalam menghadapi berbagai karakteristik anak.

Renungan ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran kita semua di seluruh Indonesia, bahwa Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Jika kita membiarkan jurang ketidakpercayaan ini semakin melebar, yang akan dirugikan adalah anak-anak kita sendiri, anak anak Generasi penerus bangsa.[]

**). Penulis Merupakan Mahasiswa Pascasarjana Prodi Manajemen Pendidikan Islam (IAIN Lhokseumawe Aceh)


Reaksi & Komentar

ثُمَّ بَعَثْنَاكُم مِّن بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ البقرة [56] Listen
Then We revived you after your death that perhaps you would be grateful. Al-Baqarah ( The Cow ) [56] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi