Menilik Pengaruh Indonesia Mengantisipasi Ekslasi Timur Tengah

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. FOTO/Net. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BERITA dunia yang masih hangat dibicarakan adalah permusuhan Iran dan Israel. Di sisi lain banyak yang memuji tindakan Iran meski balas dendamnya dengan menyerang Israel bukan untuk Gaza dan sisi lainnya negara-negara Eropa panik menghadapi rengekan Israel yang merasa terzalimi dengan serangan Iran.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan akan menggunakan pengaruhnya dalam mengupayakan de-eskalasi, Indonesia tidak ingin melihat eskalasi konflik di Timur Tengah. Retno mengaku telah berbicara dengan Menlu Hongaria Peter Szijjarto yang disebutnya cukup dekat dengan Israel.

ADVERTISEMENTS

Menlu Retno juga telah berbicara langsung dengan Menlu Iran, dan sejumlah negara lain yang dianggap berpengaruh untuk meredakan konflik seperti Amerika Serikat, China, dan negara-negara Arab, tujuannya agar negara-negara dunia itu melihat bahwa Indonesia cinta damai.

ADVERTISEMENTS

Selain Indonesia, ada hampir 50 negara juga mengeluarkan pernyataan yang mengutuk serangan Iran terhadap Israel dan menyerukan pihak-pihak di kawasan untuk berupaya mencegah eskalasi konflik.

ADVERTISEMENTS

Diantaranya disampaikan oleh perwakilan tetap PBB dari Albania, Argentina, Australia, Austria, Belgia, Inggris, Bulgaria, Kanada, Kroasia, Denmark, Ekuador, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Latvia, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Mikronesia, Palau, Papua Nugini, Polandia, Portugal, Korea Selatan, Romania, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Ukraina, dan Amerika Serikat.

ADVERTISEMENTS

Negara-negara itu sepakat dari apa yang dilakukan Iran dan mitra militannya berbahaya, destabilisasi dan bakal menimbulkan ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional.

ADVERTISEMENTS

AS, Uni Eropa, dan kelompok negara-negara industri G7 juga mengumumkan rencana untuk mempertimbangkan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran. Langkah ini bertujuan guna mendukung Israel, dan saat yang sama membujuk Israel menahan niatnya untuk melakukan pembalasan terhadap Iran.

ADVERTISEMENTS

Rengekan Israel Membuat panik Negara Antek Setia

Serangan balas dendam yang dilancarkan Iran bukan tanpa sebab. Pada 1 April lalu telah terjadi penyerangan konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Dalam serangan itu menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, termasuk dua jenderal penting.

Meski Israel mengklaim berhasil menggagalkan dengan Iron Dome dan hanya mengenai sebuah pangkalan udara militer di Israel tetapi tidak menimbulkan kerusakan serius, tetap saja Israel merengek mengiba pembelaan dari nwgara-negara Eropa pendukungnya.

Rengekan ini disampaikan Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Gilad Erdan dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB yang mengatakan, serangan Iran ke negaranya pada Sabtu (13/4) membuktikan bahwa Iran telah melampaui batas dan merupakan ancaman bagi perdamaian kawasan dan dunia.

Erdan menambahkan, serangan Iran terhadap Israel adalah eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, serta menjadi rambu bahaya atas peringatan-peringatan terdahulu yang diabaikan. Seolah Israel berusaha untuk menyadarkan dunia tentang potensi bahaya yang dimiliki Iran dan proksinya. Sungguh nyata kemunafikannya, jelas dunia tak akan lupa siapa yang melampaui batas sebenarnya. Dengan liciknya di akhir kalimat rengekannya, Israel mempertanyakan apa yang telah PBB lakukan untuk melindungi dunia dari Iran?

Seketika, selain 50 negara yang sudah mengutuk tindakan Iran, termasuk AS, G7 dan Uni Eropa, para pemimpin dunia yang lain seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron, dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengeluarkan pendapat tentang perlunya mencegah eskalasi di Timur Tengah dan mendesak pengekangan dan pengambilan keputusan rasional untuk menghindari ketidakstabilan lebih lanjut di wilayah tersebut.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan Timur Tengah berdiri di tepi tebing dan menyatakan harus menjauh serta menyerukan de-eskalasi dalam konflik antara Israel dan Iran. Hal ini ia bicarakan dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dengan mengatakan Uni Eropa perlu memiliki hubungan terbaik dengan Iran meskipun ada sanksi yang dijatuhkan oleh blok tersebut terhadap Republik Islam atas sengketa program energi nuklirnya dan masalah lainnya.

Borrell juga mengatakan, Uni Eropa saat ini tidak mempunyai alasan untuk menetapkan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran sebagai organisasi teroris. Hal ini juga menanggapi permintaan Israel untuk menjatuhkan sanksi atas apa yang sudah dilakukan Iran, sebab dianggap IRGC ini memiliki program rudal Iran dan fix sebagai organisasi teroris.

Menilik Pengaruh Indonesia Mewujudkan De-eskalasi Iran-Israel

Sepertinya hanya akan menjadi angin lalu apa yang digagas Indonesia, terutama niatannya menjadi negara yang membawa perdamaian, sebab yang dihadapi adalah sistem global dimana semua negara sudah terikat,tunduk patuh kepadanya, terutama AS, Perancis, Inggris yang memang melestarikan keberadaan Israel demi kepentingan politik mereka.

Mereka tahu, Palestina sesungguhnya tak bisa dianggap remeh, apalagi di dalamnya terdapat tiga agama samawi yang berpengaruh saat ini, Islam, Kristen dan Yahudi. Kekuatan perubahan bisa bertitik tolak dari sana terlebih jika kaum muslim mendapatkan kesadaran penuh akan pentingnya perubahan, terlebih banyak ayat Alqur’an dan hadis yang menjadi landasannya. Jelas yang paling panik adalah pengusung sekulerisme, maka perlu Israel di “tanam” di tanah Palestina, setidaknya mampu menunda kemenangan kaum muslim barang sesaat meski itu hampir mustahil.

Islam Mewujudkan Perisai Hakiki

Suasana seolah berbalik, Israel dengan liciknya lempar batu sembunyi tangan, bak seorang pencuri tapi berteriak pencuri agar massa menghancurkan pihak yang dicuri.

Kelicikan ini tampak jelas sebagaimana para pemimpin eropa dan uni eropa yang menolak menetapkan IRGC sebagai teroris sebagaimana permintaan Israel dan juga bukan karena mereka melihat kebenaran tentang siapa teroris sesungguhnya namun lebih kepada perlindungan kepentingan mereka. Tentu secara ekonomi dan politik, sebagaimana sikap mereka yang ambigu terhadap Israel meski mata mereka secara jelas melihat fakta, Israel melakukan genoside, pencurian mayat, kezaliman dan serentetan kriminal lainnya. Mengapa masih memunculkan pembelaan?

Bertambah parah dengan diamnya pemimpin muslim, de-eskalasi yang dimaksud juga bukan dengan tujuan menghabisi Israel, tapi lagi-lagi kepentingan ekonomi dan politik. Meski secara diplomatik Indonesia tidak berhubungan dengan Israel, namun juga tak menjadikan Israel sebagai musuh yang menjajah negeri muslim lainnya. Padahal jelas, seluruh negeri muslim, tak hanya Palestina saat ini membutuhkan perisai hakiki guna membebaskan mereka dari pengaruh dan penjajahan kafir barat.

Seandainya saja seluruh negeri muslim berikut pemimpinnya bersatu dalam satu barisan melawan penjajah, tentulah rengekan Israel tidak pernah ada sebab mereka telah dimusnahkan.

Persatuan itu butuh dimanifestasikan dalam bentuk institusi negara yang berdasar akidah, yaitu khilafah. Kepemimpinannya tunggal yaitu satu Khalifah saja, banyak hadis dan ayat Alqur’an yang menyebutkan kewajiban menegakkannya, khilafahlah satu-satunya orang yang boleh menyerukan jihad fi sabilillah guna menebas habis penjajahan.

Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin itu adalah perisai dalam memerangi musuh rakyatnya dan melindungi mereka. Jika pemimpin itu mengajak rakyatnya kepada ketakwaan kepada Allah dan bersikap adil, pemimpin itu bermanfaat bagi rakyat, tetapi jika dia memerintahkan selain itu, pemimpin tsb merupakan musibah bagi rakyatnya.”(HR. Muslim).

Maka, tak ada cara lain selain mencabut kepercayaan rakyat terhadap sistem kapitalisme sekuler ini dan menggantinya dengan syariat Islam. Wallahualam bissawab.

Exit mobile version