Jumat, 15/11/2024 - 22:50 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Menteri Jokowi Banyak Terseret Korupsi, NCW: Gelombang Korupsi di Istana Mengarah ke Satu Titik

BANDA ACEH – Nasional Corruption Watch (NCW) mengungkap bahwa gelombang korupsi di lingkup istana mengarah kepada satu titik.

Ketua NCW, Hanifa Sutrisna menyinggung terkait kasus-kasus korupsi yang melibatkan para menteri di Kabinet Presiden RI Joko WIdodo (Jokowi). 

Dia mengatakan, pasca NCW mengungkap rentetan kasus korupsi yang terus menerpa Indonesia, pihaknya banyak menerima pengaduan masyarakat (dumas) dari berbagai sumber.

“Hal ini semakin menggelitik kami untuk terus menyuarakan perkembangan dugaan korupsi menjelang persiapan demokrasi 2024,” kata Hanifa, Selasa (17/10/2023).

Kendati demikian, Hanifa menyebut temuan dan dugaan korupsi baru yang ditemukan dilaporkan masyarakat sejatinya tidak ada kasus yang sangat baru.

“Karena dari pengumpulan data dan informasi yang DPP NCW dapatkan, gelombang korupsi sebelum Pemilu dan Pilpres 2024 semakin mengarah ke satu titik jika dilihat dari benang merah dari hubungan terduga pelaku dan melalui media apa korupsi ini dilakukan,” ungkap Hanifa.

Ia mengaku prihatin dengan kondisi rakyat Indonesia menjelang pesta dan pentas demokrasi 2024 tahun depan. Kata dia, perbaikan sistem demokrasi dan pemberantasan korupsi yang lebih baik masih jauh panggang dari api. 

“Semua partai Politik sibuk dengan pencalonan Capres dan Cawapres, dan pemberantasan korupsi dijadikan senjata yang mematikan untuk mematikan lawan politik,” katanya.

“Bahkan sekarang menyasar lembaga anti korupsi KPK. karena dinilai tidak patuh kepada ‘perintah penguasa’ yang merasa memiliki republik ini,” sambungnya.

Lantas, dia mengungkap bahwa pihaknya telah tiga kali menyuarakan dugaan korupsi lima menteri Kabinet Indonesia Maju Jokowi. Namun tidak mendapatkan  respons positif.

“Apa karena semua menteri yang terduga korupsi tersebut berada di koalisi yang sama dan mendapat dukungan dari istana? Apa di akhir pemerintahan Jokowi periode ke-2 harus meninggalkan noda hitam dalam sejarah pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN)?,” kata Hanif tegas.

“Jika kami DPP NCW ditanya, kenapa berani menguak dugaan Gelombang Korupsi di Lingkungan Istana? Jawaban kami sudah jelas terbuka di dunia maya,” ujarnya.

Oleh karena itu, NCW menilai bahwa program food estate ini tidak direncanakan dengan matang dan uang rakyat lebih kurang Rp 6 triliun hilang begitu saja.

Kata dia, pada suatu kesempatan di sela kegiatannya, Jokowi sempat memberikan pembelaan karena gagalnya panen food estate setelah 3 tahun berjalan.

“Membangun food estate itu tidak mudah, biasanya pertama gagal, kedua bisa jadi gagal, ketiga juga bisa gagal. paling keenam dan ketujuh mungkin bisa berhasil,” ucap Jokowi (18/8/23).

Menurut dia, hal ini membuktikan bahwa dugaan DPP NCW jika ‘Istana’ telah tersentuh praktik-praktik pembiaran uang rakyat dikorupsi oleh oknum Menhan PS dan oknum menteri-menteri lainnya.

“Jika gagal program pemerintah dengan anggaran sebesar Rp 6 triliun itu menjadi ‘hal biasa dan tidak ada konsekuensi’ terhadap penggunaan dana APBN, kami khawatirkan ke depannya akan lebih banyak modus-modus korupsi melalui program ’trial and error’, apa seperti itu mengelola uang rakyat Pak Jokowi?” lanjut Hanif menjelaskan.

Terakhir, NCW meminta Presiden Jokowi untuk memperhatikan aduan masyarakat anti korupsi terkait dugaan keterlibatan menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju untuk segera di nonaktifkan atau diganti dengan anak bangsa yang lebih berpihak kepada rakyat dan amanah dalam mengemban tugasnya. 

Sumber: Gelora


Reaksi & Komentar

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ ۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنصَرُونَ البقرة [86] Listen
Those are the ones who have bought the life of this world [in exchange] for the Hereafter, so the punishment will not be lightened for them, nor will they be aided. Al-Baqarah ( The Cow ) [86] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi