Jumat, 15/11/2024 - 12:29 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Merdeka Negeriku, Rampas Ruang Hidupku!

MENJELANG Perayaan Hari Kemerdekaan Negara Indonesia yang ke 79, selain dihebohkan dengan rencana pelaksanaan upacaranya dilakukan secara hybrid atau di dua lokasi, Jakarta dan IKN, rakyat juga disuguhi kebijakan pemerintah yang kesekian untuk IKN yang lebih seru dari sekadar lomba pukul bantal  tingkat RT. Yaitu pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional kita yang baru, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

AHY  mengatakan telah resmi Peraturan  Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 yang mengatur mengenai hak guna usaha (HGU) untuk lahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) sampai 190 tahun. Tujuannya adalah memberi kepastian hukum bagi investor. Keputusan itu termaktub dalam  Pasal 9 ayat 2, hak guna usaha diberikan hingga 190 tahun yang diberikan melalui dua siklus atau selama 95 tahun dalam satu siklus pertama dan 95 tahun pada siklus kedua.

AHY menekankan pentingnya untuk memberi kepastian kepada para investor agar mereka yakin berinvestasi di IKN. Dan ini merupakan langkah strategis untuk mempercepat pembangunan IKN. Durasi tersebut memungkinkan para investor untuk membangun keberlanjutan investasi mereka di IKN, terlebih IKN adalah proyek investasi baru berbeda dengan wilayah pulau Jawa, khususnya Jakarta, yang sistem investasi dan pasarnya sudah jelas.

Selain durasi HGU ,  pemerintah juga memberikan jaminan hak guna bangunan (HGB)  dengan jangka waktu paling lama 80 tahun pada siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali pada siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun, sehingga totalnya 160 tahun untuk HGB.

Kebijakan Kolonial, Sengsarakan Rakyat

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA), Dewi Kartika, menilai peraturan keputusan pemerintah ini  mengalami pola sama dengan di tahun 2023, dimana pemerintah dan DPR melakukannya  secara ‘senyap’ mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU,  dengan memasukkan ketentuan pemberian HGU 190 tahun dan HGB 160 tahun demi menarik investor. Aturan ini dipertegas melalui Peraturan Pemerintah (PP)/12/2023 tentang pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di IKN pada 6 Maret 2023.

Pemberian konsesi hingga hampir dua abad, menurut Dewi Kartika merupakan  bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan demokrasi. KPA pun menentang keras PP 12/2023 dan Perpes 75/2024, sekaligus mendesak,  Pemerintah dan DPR segera membatalkannya. Kewenangan luas Otorita IKN pun harus dipangkas.

Sebab Indonesia sudah memiliki (Undang-Undang Pokok Agraria)  UUPA 1960  yang mengatur HGU maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun bila memenuhi syarat. Untuk HGB, selama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun, jauh lebih singkat dibanding yang diberikan rezim Jokowi.

Masih menurut Dewi, PP 12/2023 maupun Perpres 75/2024 yang memuat durasi konsesi begitu panjang, namun ketentuan mengenai pencabutan atau penghapusan hak sama sekali tidak diatur. Padahal dengan pemberian konsesi begitu fantastis, seharusnya tata-cara pencabutan hak dan, atau pemberian sanksi makin jelas dan tegas.

Jika tidak transparasi bahkan tidak diatur hanya akan menyuburkan praktik korupsi, mafia tanah, spekulan tanah dan praktik land banking. Jelas ancaman yang nyata bagi penduduk di sekitar IKN, padahal semestinya pemerintah  melakukan upaya membenahi ketimpangan sosial, ekonomi dan konflik agraria serta krisis ekologis di Kaltim terlebih dulu sebelum pengadaan tanah bagi investor.

Senada dengan apa yang disampaikan Dewi, Margaretha Seting Tekwan Beraan, Ketua Dewan Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, mengatakan kebijakan dengan HGU 190 tahun sebagai upaya-upaya terselubung pemerintah untuk penghapusan keberadaan masyarakat adat.

Demikian pula apa yang disampaikan Eko Cahyono, Sosiolog juga peneliti Sajogyo Institute, bahwa pemberian HGU 190 sebagaimana Perpres 75/2024 itu sebagai langkah mundur jauh bahkan sebelum Indonesia merdeka. Saat zaman kolonial, izin HGU dari Pemerintah Belanda ‘hanya’ 75 tahun. Pemberian HGU 190 tahun ini jelas mengingkari cita-cita kemerdekaan.

1 2 3

Reaksi & Komentar

وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ البقرة [167] Listen
Those who followed will say, "If only we had another turn [at worldly life] so we could disassociate ourselves from them as they have disassociated themselves from us." Thus will Allah show them their deeds as regrets upon them. And they are never to emerge from the Fire. Al-Baqarah ( The Cow ) [167] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi