BANDA ACEH – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali, merespon soal pernyataan anggota DPD RI, Arya Wedakarna atau AWK yang viral di media sosial karena diduga menyinggung penggunaan hijab untuk perempuan muslimah.Dalam potongan video yang dibagikan di media sosial Twitter, terlihat Arya Wedakarna saat itu sedang rapat dengan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cuka Bali Nusra, dan Kepala Kanwil Bea Cukai Ngurah Rai, serta dengan pengelola Bandara I Gusti Ngurah Rai, dan Arya Wedakarna melontarkan kata-kata yang dianggap rasis tersebut.
“Saya nggak mau yang frontline-frontline itu, saya mau gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan, terbuka. Jangan kasih yang penutup-penutup nggak jelas. This is not Middle East (Ini bukan Timur Tengah). Enak saja di Bali, pakai bunga kek, apa kek, pakai bije di sini. Kalau bisa, sebelum tugas, suruh sembahyang di pure, bije pakai,” kata Arya, dikutip dari video yang beredar, Selasa (2/12).
Video tersebut, banyak mendapatkan sorotan oleh para netizen dan menjadi viral di berbagai media sosial.
Sementara, Agus Samijaya selaku Ketua Harian Bidang Hukum MUI Bali menanggapi soal beredarnya pernyataan Arya Wedakarna itu, dan pihaknya masih berkoordinasi dengan pimpinan MUI terkait pernyataan yang dianggap rasis tersebut.
“Saya belum berkoordinasi dengan jajaran pimpinan MUI sementara untuk (melihat) kasus itu. Tapi, kalaupun saya berstatmen hari ini, itu murni masih statemen saya pribadi. Sikap MUI secara resmi akan coba kami konsolidasikan dan komunikasikan seperti apa sikap yang akan diambil,” kata Samijaya, saat dihubungi Selasa (2/1).
“Termasuk, apakah akan mengambil langkah-langkah hukum atau seperti apa. Jadi, kami belum mengeluarkan sikap resmi dari MUI sebagai kelembagaan umat,” imbuhnya.
Ia juga menyebutkan, selama ini dirinya tidak menemukan adanya aturan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melarang tentang penggunaan jilbab pada saat bekerja.
“Sampai sekarang belum saya menemukan ada aturan pegawai BUMN kalau itu di Bea Cukai atau di Angkasa Pura yang melarang tentang adanya penggunaan jilbab pada saat dia berkantor. Tetapi perlu digarisbawahi sebagai umat muslim penggunaan hijab atau jilbab, bagi kaum wanita muslim itu wajib.
Jadi, andaipun ada, sampai benar ada larangan penggunaan jilbab menurut saya itu sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah umat Islam atau dalam hukum Islam,” ungkapnya.
Pihaknya juga menduga bahwa pernyataan yang dilakukan oleh Arya Wedakarna adalah perilaku rasis.
“Apapun ceritanya, kalau saya baca rangkaian dari video yang viral itu, meskipun saya harus mungkin konfirmasi dulu atau melakukan konfirmasi kepada para saksi langsung yang melihat kejadian itu, sepintas saya menduga memang ada perilaku rasis yang dilakukan oleh saudara AWK,” ujarnya.
Pihaknya juga menyayangkan, seharusnya sikap seorang senator anggota DPD RI tidak seperti itu.
“Dia seorang senator anggota DPD yang tidak pantas menurut saya, apapun alasannya mengeluarkan kalimat-kalimat seperti itu,” jelasnya.
Samijaya juga menilai, yang dilakukan oleh Arya Wedakarna adalah mengganggu keharmonisan umat beragama di Pulau Bali dan umat muslim dan umat Hindu telah hidup harmonis dan berdampingan sejak abad- 13 yang lalu dan itu bisa dilihat dengan berdirinya kampung-kampung Islam di Bali.
“Menurut saya, sangat menganggu (keharmonisan). Dia lupakan sejarah, bahwa hubungan harmonisasi antara saudara Hindu dan saudara muslim itu sudah terjadi sejak abad ke 13. Di mana kemudian, ada Kampung Islam Gelgel, Kampung Islam Pegayaman, Kampung Islam Serangan dan Kepaon dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan, bahwa selama ini tokoh-tokoh Hindu di Bali selalu menjaga kerukunan dan harmonisasi antara umat beragama di Bali. Bahkan, ada tradisi ngejot sebagai jalinan silaturahmi kepada sesama untuk membentuk toleransi antara umat beragama di Bali.
“Selama ini, saya melihat tokoh-tokoh Hindu yang lain begitu menjaga sikap perilaku dalam menjaga kerukunan dan harmonisasi diantara umat beragama. Khususnya, terhadap umat muslim, bahkan kita mengenal ada budaya ngejot di Kampung-kampung Islam yang berada di mayoritas Hindu, sangat-sangat menjaga toleransi,” ujarnya.
“Tetapi AWK ini, saya lihat bukan kali ini saja membuat statement-statemen kontroversial, baik terhadap umat muslim, maupun terhadap umat Hindu sendiri. Kasus di Nusa Penida, dia kan sampai didemo oleh masyarakat Nusa Penida dan lain sebagainya,” ujarnya.
Pihaknya juga tidak mengerti, apa motifnya dari Arya Wedakarna sesungguhnya dan malah pihaknya menduga bahwa apakah AWK ini mau berjualan Politik dengan menggunakan isu-isu SARA dan rasis. Karena, AWK kembali maju menjadi calon anggota DPD RI pada Pemilu 2024 mendatang.
“Saya tidak mengerti motifnya ini apa, apakah dia ini mau jualan politik dengan isu itu, untuk meningkatkan elektoral dia dalam pencalonannya lagi di pemilu 2024 atau apa motifnya. Saya sangat menyayangkan, dia punya motif seperti itu dengan jualan -jualan isu SARA, rasis untuk jualan politiknya,” ujarnya.
“Atau karena memang dia tidak punya isu lain yang bersifat lebih elegan dan lebih intelektual untuk memperkuat elektoralnya di 2024. Sehingga, dia harus menjual isu yang seolah-olah dia adalah menjadi pahlawan Bali yang paling berjasa di Bali ini,” ujarnya.
Pihaknya juga berharap kepada umat Islam khususnya di Bali, agar tidak terpancing dan tidak terprovokasi untuk melakukan hal-hal yang kontraproduktif.
“Kalau pun nanti, hasil kajian kami itu sebuah pelanggaran hukum maka lebih elegan kalau itu kita proses secara hukum atau bisa juga misalnya sebagai senator itu bisa dilaporkan juga ke Badan Kehormatan DPD RI,” ujarnya.