Negara Merugi Rp1,15 Triliun Akibat Kasus Dugaan Korupsi Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono karena terjerat kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada 2017-2023.

Kasus dugaan korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,15 triliun.

ADVERTISEMENTS

Nilai kerugian negara tersebut merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

ADVERTISEMENTS

“Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Minggu (3/11/2024).

ADVERTISEMENTS

Akibat perbuatan Prasetyo itu, pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa tidak dapat difungsikan hingga menyebabkan kerugian keuangan negara. 

ADVERTISEMENTS

Pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa diketahui tidak didahului dengan studi kelayakan/feasibility study (FS).

ADVERTISEMENTS

Dalam pelaksanaan konstruksinya juga tidak terdapat dokumen penetapan trase jalur kereta api yang dibuat oleh menteri perhubungan, serta konsorsium pembaruan agraria (KPA), PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas. 

ADVERTISEMENTS

Qohar mengatakan, Prasetyo dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan yang mana proyek tersebut tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan. 

“Sehingga jalur kereta api Besitang–Langsa mengalami amblas (penurunan daya dukung tanah) sehingga tidak bisa berfungsi,” ucap dia, dilansir Kompas.com.

Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC.

Atas perbuatannya itu, Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI selama 20 hari ke depan.

Prasetyo dijerat pasal pasal 2 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kejagung Tetapkan 7 Tersangka

Selain Prasetyo, sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, sebagai berikut:

NSS, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017

AGP, selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018

AAS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

HH, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

RMY, selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017

AG, selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan

FG, selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya

Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai dibawah Rp 100 miliar. 

Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp1,3 triliun lebih.

Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp 100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.

Hal tersebut bertujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks.

Kemudian, tersangka RMY diperintahkan untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi.

Exit mobile version