BANDA ACEH – Pada Jumat (14/6/2024), nilai tukar atau kurs mata uang Garuda alias rupiah semakin tak berdaya di mata dolar AS (US$). Saat penutupan perdagangan, kurs rupiah berada di level miris yakni Rp16.412/US$.Terjadinya pelemahan kurs hingga 142 poin, atau minus 0,87 persen dibandingkan penutupan Kamis (13/6/2024), jelas bikin ketar-ketir. Kondisi ini, gak bahaya tah? Meminjam istilah dari Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, eks cawapres nomor urut 01 dalam Pilpres 2024.
Mata uang di kawasan Asia mayoritas turun. Yuan China turun 0,14 persen, yen Jepang turun 0,45 persen, dolar Singapura melemah 0,14 persen, baht Thailand turun 0,04 persen, ringgit Malaysia turun 0,13 persen dan won Korea Selatan turun 0,39 persen.
Sedangkan mata uang negara maju bervariasi. Poundsterling Inggris turun 0,25 persen, franc Swiss naik 0,12 persen, dolar Kanada melemah 0,07 persen, dolar Australia melemah 0,30 persen, dan euro Eropa plus 0,25 persen.
Pengamat Komoditas dan Pasar Uang Lukman Leong mengatakan rupiah dan mata uang regional, maupun utama dunia melemah terhadap dolar AS yang masih melanjutkan penguatan yang didukung oleh pernyataan hawkish The Fed.
“Rupiah dan mata uang regional khususnya juga tertekan oleh sentimen negatif pasca pertemuan Bank of Japan (BoJ) yang tidak memberikan sinyal yang jelas akan rencana mengurangi pembelian obligasi,” katanya.
Sedangkan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyebut, terjun bebasnya rupiah ini, jangan dianggap biasa-biasa saja. Bisa jadi, pelaku pasar merespons negatif tehadap segala dinamika ekonomi dan Politik yang terjadi di Indonesia.
Selain itu, kata Anthony, anjloknya rupiah ke level miris ini, menunjukkan kinerja Bank Indonesia (BI) yang jeblok. Atau gagal menahan laju penurunan rupiah yang sangat cepat dan dalam.
“Etape kurs rupiah selanjutnya menuju Rp17.000 per dolar AS. Aroma krisis ekonomi semakin terasa,” pungkasnya.