BANDA ACEH – Presiden Joko WIdodo atau Jokowi mendapatkan kritikan dari sivitas akademika menjelang Pemilu 2024. Kritik itu datang antara lain dari kalangan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Petisi Bulaksumur dan dari Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI).Lantas siapa sajakah kalangan akademisi UGM dan UI yang melayangkan kritik kepada Jokowi?
Tokoh akademisi UGM layangkan kritik untuk Jolowi
Kalangan akademisi UGM yang terdiri dari sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa membuat Petisi Bulaksumur untuk mengingatkan Presiden Jokowi. Mereka berkumpul di Balairung UGM untuk membacakan petisi tersebut pada Rabu, 31 Januari 2024. Petisi dilayangkan lantaran Jokowi dinilai menyimpang.
Sejumlah sivitas akademika yang hadir antara lain Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar, mantan Rektor UGM Sofian Effendi, Antropolog UGM Bambang Hudayana, dan PM Laksono. Selain itu hadir pula mantan Rektor UNY Rochmat Wahab dan Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” kata Guru Besar Psikologi UGM Koentjoro membacakan isi Petisi Bulaksumur.
Profil Koentjoro
Dilansir dari laman resmi Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro merupakan profesor psikologi UGM. Ia lahir pada 27 Februari 1955 di Yogyakarta. Gelar S1 didapatnya dari Fakultas Psikologi UGM sebelum melanjutkan studi S2 dan S3 LaTrobe, Australia. Adapun Koentjoro mengambil program S2 Bidang Ilmu Perilaku dan S3 Bidang Pekerjaan Sosial & Kebijakan Sosial.
Saat ini, selain mengajar di Fakultas Psikologi, profesor di bidang Relasi Sosial dan Psikologi Pendidikan ini juga menjabat sebagai Ketua Dewan Guru Besar UGM. Sebagai pengajar, sejumlah mata kuliah yang digawangnya antara lain: Psikologi Sosial, Psikologi Lingkungan & Energi, Psikologi Komunitas & Perubahan Sosial.
Sementara sebagai peneliti, Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph.D. telah menyumbangkan pemikiran dan pengetahuannya melalui berbagai publikasi di jurnal-jurnal terkemuka. Tiga jurnal terakhir yang mencatat karyanya:
– The Teachings of The Naqsabandiyah Khalidiyah Tarekat as a therapy to improve worship: Psychology of counseling (2023)
– Perspective of Justice among Advocates of Rape Victims (2022)
– Transformation of women’s leadership through producing natural-dyed hand-woven fabrics (ethnographic study on Palue weavers) (2021).
Selain aktif dalam penelitian, Koentjoro juga terlibat dalam penerbitan buku dan bab dalam buku yang relevan dengan bidangnya. Misalnya saja, dia andil dalam buku Pidana Mati Berdasarkan Asumsi: Kajian Putusan Perkara Ferdy Sambo & Putri Candrawathi dan bab dalam buku Persepsi, Pengetahuan dan Kesiapan Warga Terhadap Bencana: Suatu Pendekatan Psikologi.
Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo (tengah) menyampaikan Deklarasi Kebangsaan Kampus Perjuangan di Gedung Rektorat Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat, 2 Februari 2024. Deklarasi tersebut sebagai bentuk prihatin atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi, khususnya peristiwa Politik Pemilu 2024 yang dilakukan tanpa martabat dan keadaban publik. TEMPO/M Taufan Rengganis
Tokoh akademisi UI kritik Jokowi
Sivitas akademika Universitas Indonesia atau UI juga menyampaikan kritik kepada Presiden Jokowi. Mereka mengutarakan keresahan dan keprihatinan terhadap hancurnya tatanan hukum dan demokrasi menjelang pemilu 2024. Hal itu disampaikan dalam pernyataan sikap Dewan Guru Besar UI di pelataran Gedung Rektorat UI, Depok, Jumat, 2 Januari 2024.
Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo mengatakan lima tahun terakhir, utamanya menjelang pemilu 2024, pihaknya kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak. Negeri ini, kata dia, tampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa.
Menurut Tuti, sapaannya, sivitas akademika UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Kemudian, hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme yang telah menghancurkan kemanusiaan dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik dan berbagai kelayakan hidup.
Dia juga mengungkapkan keserakahan atas nama pembangunan tanpa naskah akademik berbasis data, tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu keserakahan yang telah menyebabkan semakin punahnya sumberdaya alam hutan, air, kekayaan di bawah tanah dan laut, memusnahkan keanekaragaman hayati, dan hampir semua kekayaan bangsa.
“Mereka lupa bahwa di dalam hutan, di pinggir sungai, danau dan pantai, ada orang-orang, flora dan fauna, dan keberlangsungan kebudayaan masyarakat adat, bangsa kita,” katanya.
Profil Harkristuti Harkrisnowo
Dikutip dari Law.ui.ac.id, Harkristuti Harkrisnowo merupakan pengajar di Fakultas Hukum UI sejak 1981. Ia memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum UI. Lalu Gelar Master of Arts in Criminology and Corrections dan Doctor of Philosophy in Criminal Justice dari Sam Houston State University. Sedangkan jabatan Guru Besar dianugerahkan UI kepadanya pada 2002.
Selain mengajar di bidang hukum pidana dan kriminologi, Prof. Harkristuti juga pengajar dan inisiator mata kuliah hak asasi manusia (HAM) dan metode penelitian hukum empiris. Pengalaman mengajar di internasional, antara lain sebagai dosen tamu di Pannasastra University Law School (Kamboja), Beijing University di (Cina), South Carolina University Law School (Amerika Serikat), dan Research Fellow pada NUS Law School (Singapura).
Harkristuti memiliki banyak pengalaman terlibat dalam tugas dan pengabdian di lingkungan Fakultas Hukum maupun di UI. Dia adalah Ketua Guru Besar UI sejak 2015 hingga sekarang, pernah pula jadi Ketua Senat Akademik UI (2006), Ketua Program Doktor FHUI (2005), Ketua Senat Akademik FHUI (2005), Anggota Senat Akademik FHUI (2005-2014), dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FHUI (1990-1993).
Sembari menjalankan karier akademisnya, Harkristuti Harkrisnowo juga mendapatkan banyak kepercayaan dari pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusiam antara lain:
– Direktorat Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum Kemenkumham (2015).
– Kepala Badan Pengembangan SDM Kemenkumham (2014).
– Dirjen HAM Kemenkumham (2006-2014).
– Anggota Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia (2000-2001)
– Deputi Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia (2000-2007).
– Staf Ahli dan Anggota Konsorsium Ilmu Hukum (1991-1998).