Jumat, 15/11/2024 - 16:22 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Peningkatan Stunting, Negara Punya Peran Penting

Penulis: Izzah Saifanah**

DIKUTIP dari situs Kendari Pos (23/2), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) masuk dalam 10 besar provinsi dengan angka stunting tinggi di tanah air. Angkanya tercatat sebesar 27,7 persen, masih tergolong cukup tinggi. Faktor penyebab anak menderita stunting sangat kompleks. Mulai aspek kemiskinan, minimnya pengetahuan ibu soal asupan gizi anak hingga sanitasi yang buruk. Tinggi kasus stunting di Sultra menjadi “pekerjaan rumah” pemerintah untuk mengatasinya.

Stunting disebabkan karenya banyaknya masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya secara menyeluruh. Hal ini tentu terkait erat dengan kemiskinan, keluarga dihantam berbagai tekanan, krisis ekonomi dan disfungsi negara. Ujungnya ketangguhan imunitas tubuh melemah, selain berakibat hilangnya fungsi akal. Kelaparan dan gizi buruk terbukti meningkat seiring dengan meningkatnya harga pangan akibat krisis ekonomi. Inilah buat pahit penerapan sistem kapitalisme yang berorientasi pada materi, sistem ini telah menyebabkan banyaknya warga miskin dan negara abai dalam pengurusan rakyat dan kesejahteraannya.

Kemiskinan yang dialami saat ini adalah kemiskinan struktural yang tercipta oleh sistem kapitalisme. Karena dalam sistem ini, ekonomi sebagai basis kesejahteraan dijalankan berdasar hukum rimba, yang kuat menguasai yang lemah. Sehingga yang terjadi, segelintir orang kaya menguasai masyarakat luas. Ketergantungan masyarakat pada para kapital (pengusaha) begitu tinggi, lewat upah kerja yang diberikan. Terciptalah disparitas yang begitu tinggi antara si kaya dan si miskin.

Terkait solusi stunting dengan perbaikan gizi keluarga dan pendampingan keluarga beresiko sebagaimana diprogramkan oleh BKKBN, nyatanya tidak sejalan dengan realitas di lapangan. Faktanya tidak mampu berjalan dengan baik. Bagaimana bisa seorang ayah memenuhi kebutuhan hidup jika lapangan kerja saja sulit didapatkan, terlebih saat terjadi pandemi. Jutaan keluarga kehilangan pekerjaan, akses makanan bergizi makin sulit dipenuhi. Kondisi ini diperparah dengan tingginya impor bahan pokok yang membuat harga kebutuhan tidak stabil, cenderung mengikuti permainan pasar.

Di sisi lain, ekspor barang-barang konsumsi tetap berjalan tanpa memprioritaskan kecukupan kebutuhan dalam negeri. Aksi ekspor-impor dimainkan oleh para pengusaha. Penguasa tidak berbuat banyak untuk mengendalikan, karena tata kelola negara bercorak kapitalisme tentu lebih berpihak pada kepentingan para kapital. Muaranya, masyarakat kembali menjadi korban. Disisi lain, sumber daya alam melimpah seyogyanya dikelola oleh negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat tidak mampu terealisasi, sebab negara memberikan ruang bagi asing maupun swasta untuk menguasai sumber daya alam tersebut. Akibatnya, pendapatan negara tidak seberapa sehingga negara tidak mampu membiayai kebutuhan rakyat.

Maka bagaimanapun program penanganan stunting digiatkan, selama kapitalisme masih menjadi sistem kehidupan, stunting takkan mampu terselesaikan. Karena persoalan stunting bukan semata karena kurangnya akses makanan bergizi, melainkan sistem yang menaungi kehidupan itulah yang telah menciptakan kemiskinan sistemik.

Penerapan sistem kapitalisme sekular telah terbukti menghasilkan problem kemiskinan struktural di tengah masyarakat. Berbagai program penanganan stunting telah digiatkan, namun belum berhasil memberantas problem stunting secara tuntas. Lantas, bagaimanakah Islam menyelesaikan secara tuntas problem stunting di tengah pusaran kemiskinan ini?

Islam memiliki seperangkat aturan untuk menciptakan kesejahteraan, menuntaskan kemiskinan serta menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat uhntuk mencegah terjadinya stunting. Melalui penerapan sistem ekonomi Islam, meniscayakan pengurusan umat dilakukan secara berkualitas dan maksimal. Penerapan syariah yang kaffah akan mengembalikan fungsi negara sebagai pengurus masyarakat, seperti menjamin pemenuhan pokok publik, menyediakan lapangan kerja, membebaskan barang milik umum dari kapitalisasi. Dengan begitu, para orangtua tidak lagi khawatir akan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Ibu terbebas dari peran ganda yang menyalahi fitrah dan beban mencari nafkah keluarga kembali berada di pundak ayah. Hal ini akan terealisasi dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam.

Setiap individu akan diedukasi untuk senantiasa menjaga pola hidup sehat serta mengikuti tuntutan Rasulullah saw. Termasuk bagian penting dari pola hidup sehat keluarga adalah kemudahan untuk mengobati berbagai penyakit yang diderita. Pelayanan kesehatan disediakan oleh negara dengan kualitas terbaik, murah bahkan gratis serta mudah diakses masyarakat. Pelayanan ini terbebas dari unsur kapitalisasi, sebab Islam mampu  secara mandiri mewujudkan semua itu antara lain dengan cara mengelola Baitul Mal efektif. Melalui penerapan sistem Islam-lah, yang hanya dengannya kebiasaan hidup keluarga yang sehat akan terwujud. Maka, sudah saatnya kita mencari dan menerapkan sistem alternatif selain kapitalisme, tanpa perlu ada tawar-menawar lagi.

Jumlah kekayaan alam yang disediakan oleh Allah SWT. untuk manusia pasti mencukupi. Meskipun demikian, apabila kekayaan alam ini tidak dikelola dengan benar, tentu akan terjadi ketimpangan dalam distribusinya sebagaimana yang terjadi pada sistem kapitalisme. Karena, faktor utama penyebab kemiskinan adalah buruknya distribusi kekayaan. Di sinilah pentingnya keberadaan sebuah sistem hidup yang sahih dan keberadaan negara yang menjalankan sistem tersebut.

Dengan kata lain, solusi dari persoalan kemiskinan adalah dengan menerapkan Islam kaffah dalam kehidupan. Islam telah terbukti mampu memberikan kesejahteraan bagi umat manusia selama ratusan tahun lamanya. Wallahu a’lam bishshawab.[]


Reaksi & Komentar

وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ البقرة [204] Listen
And of the people is he whose speech pleases you in worldly life, and he calls Allah to witness as to what is in his heart, yet he is the fiercest of opponents. Al-Baqarah ( The Cow ) [204] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi