BANDA ACEH – Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2023, PW Fatayat NU menyelenggarakan Diskusi Publik dengan tema Partisipasi Santri dalam Pemilu 2024 bertempat di Dayah Babul Maghfirah, Cot Keueng Aceh Besar.
Tujuan acara ini adalah pendidikan politik bagi santri untuk memahami hak pilihnya dalam pesta demokrasi 2024 mendatang Acara dibuka oleh Sekretaris PW Fatayat NU, Lia Nurhilaliah mewakili Ketua PW Fatayat NU Aceh.
Dikatakannya bahwa diskusi ini dilaksanakan bertepatan dengan 22 Oktober, selain untuk memperingati momentum sejarah resolusi Jihad Nahdlatul Ulama tanggal 22 Oktober 1945 yang dimaklumatkan sebagai jihad Fardu oleh Masyayikh PBNU kepada para ulama dan santri di Surabaya, pulau Jawa dan seluruh penjuru Nusantara lainnya untuk berjuang mempertahankan NKRI dari rongrongan penjajah yang masih belum mau menerima bahwa Indonesia telah Merdeka pada 17 Agustus 1945.
“Semangat juang inilah yang harus senantiasa kita ingat bersama sebagai realisasi dari hubbul wathan walaupun caranya berbeda dengan perjuangan masa dahulu” ujarnya.
Menurutnya, Hari Santri Nasional tahun ini yg bertema Jihad Santri Jayakan Negeri juga memiliki terjemah dalam kaitannya Indonesia memasuki tahun politik menjelang pemilu tahun 2024, santri memiliki hak pilih dan diharapkan harus dapat menyalurkan hak-hak politiknya secara tepat dan baik guna terpilih pemimpin masa selanjutnya yang cocok, baik dan amanah.
Ustad Masrul Aidi selaku pimpinan Dayah menyampaikan apresiasi atas kehadiran PW Fatayat NU bersama KIP Aceh dalam memberikan pengetahuan tentang pentingnya partisipasi politik santri, khususnya pemilih pemula yang sebelumnya belum pernah menjadi pemilih.
“Harapannya santri akan memiliki pemahaman cukup untuk menyikapi dinamika sosial, kampanye hingga memilih yang tepat pada pemilu 2024 nanti,” ujar Tgk. H. Masrul Aidi.
Adapun narasumber sekaligus pengurus Fatayat Bidang Hukum, Politik dan advokasi Muazzinah menjelaskan, kata dia, pertama, Pertisipasi politik yang bersifat otonom yaitu partisipasi atas kesadaran sendiri. Kedua, Partisipasi politik yang dimobilisasi yaitu partisipasi akibat dorongan/pengaruh faktor luar. Yang otonom muncul karena pemahaman yang utuh atas persepsi terhadap objek politik yang ada.
Sebaliknya partisipasi yang bukan otonom, muncul akibat dorongan sejumlah faktor dari luar diri pelaku politik tersebut dan biasanya mengabaikan konseptualisasi atas persepsi terhadap fenomena objek politik. kekal, karena persaingan berbagai fNamun dalam mengajak masyarakat harus mensosialisasikan larangan Politik Uang, isu Sara, dan Berita Hoax.
Sedangkan Komisioner KIP Aceh Ahmad Mirza Safwandy menjelaskan bahwa tujuan Pemilu memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, maka perlu dukungan semua pihak termasuk santri sebagai pemilih pemula.
Dalam memilih atau mencoblos nantinya harus mendaftar sebagai pemilih yang bisa saja DPT nya di kampung halaman namun bisa pindah ke Dayah ini dengan konsekuensi hanya bisa memilih Presiden, DPD dan DPR RI sedangkan DPRA dan DPRK tidak bisa.