Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Agung berpendapat pembentukan Qanun LKS sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yang mana bahwa salah satu dibentuknya Peraturan Daerah atau Qanun telah sesuai dengan Pasal 14 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menuyatakan “Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi”.
Selanjutnya di dalam Pasal 4 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun, ditegaskan bahwa “Qanun Aceh dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, pengaturan hal yang berkaitan dengan kondisi khusus Aceh, penyelenggaraan tugas pembantuan dan penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan”. Dengan demikian penerapan Qanun LKS sudah tidak diragukan lagi.
Maka oleh karena itu jelaslah sudah pembentukan Qanun LKS dimaksudkan adalah hukum yang mengatur hubungan muamalah sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Syar’iyah sebagaimana ketentuan Pasal 125 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dengan demikian keberadaan Qanun LKS harus dipertahankan, namun apabila diperlukan adanya perubahan tentunya adalah tidak untuk menghilangkan prinsip syar’iyah, yang perlu di dorong adalah membenahi pelayanan Bank Syar’iyah di Aceh untuk memudahkan warga Aceh dalam melakukan kegiatan ekonomi dan mendorong Bank-Bank Syar’iyah di Aceh membangkitkan kegiatan ekonomi warga yang akhirnya harus bermuara kepada tujuan yang lebih besar yaitu adalah penerapan Qanun LKS di Aceh harus dapat berkontribusi untuk menuntaskan kemiskinan di Aceh. Semoga!
*). Penulis adalah Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia Provinsi Aceh