JAKARTA – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki mengharapkan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar memperhatikan masyarakat disekitar industri besar yang ada di Aceh.
“Sebagaimana kita ketahui beberapa industri besar kurang memperhatikan wilayah sekitarnya sehingga bermasalah,” kata Pj Gubernur dalam pertemuan dengan Wakil Menteri (Wamen) BUMN I, Pahala Nugraha Mansury di Jakarta, Selasa (23/8/2022) kemarin.
Ia menyebutkan Aceh yang menjadi daerah termiskin di Sumatera sangat membutuhkan lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat. Karena selama ini tidak ada kemajuan.
“Kami mengharapkan bimbingan teknis bagaimana masuk PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), mengajari karyawan-karyawan kita, kepala dinas. Begitu juga UMKM daerah bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan PT PIM dan lain-lain,” katanya.
Maka tambahnya, jika dilibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan industri tersebut, perekonomian masyarakat Aceh akan tumbuh, sehingga akan menurunkan angka kemiskinan itu sendiri.
Anggota DPR RI, Salim Fahkri juga menyetujui apa yang disampaikan Pj Gubernur Aceh yang mendorong kementerian BUMN agar membuka lapangan pekerjaan kepada masyarakat Aceh di sana.
“Hari ini kita buktikan pak Gubernur, ketua DPRA, anggota DPR-RI hadir bersama-sama dengan seluruh pihak mengharap bantuan khususnya dari kementerian BUMN dengan adanya pengembangan PIM tadi masyarakat Aceh bisa merasakannya dan sejahtera,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua DPRA, Saiful Bahri, yang menginginkan masyarakat Aceh tidak lagi merasa kemiskinan. Untuk ia meminta dukungan dari pemerintah pusat agar membantu Aceh.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Mahdinur, menyampaikan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe yang asetnya masih dibawah Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan pengelolaan oleh PT Patriot Nusantara Aceh (Patna).
“Mungkin dalam waktu dekat ini akan ada investor yang datang untuk membuat tempat penyimpanan gas,” katanya.
Selanjutnya ia meminta kepada kementerian BUMN menyangkut dengan pengeboran minyak secara ilegal yang dilakukan masyarakat di Aceh Timur, diharapkan bisa memberikan pembinaan yang lebih baik.
“Karena ini wilayah kerjanya Pertamina. Jadi bagaimana nanti Pertamina memberikan izin atau membina masyarakat setempat cara mengambil minyak. Karena masyarakat di sana pendapatan juga dari pengeboran itu,” ujarnya
“Kemudian terhadap kewajiban DMO 25 persen penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, agar bagaimana ada kebijakan terhadap batubara dari Aceh yang mempunyai kalori rendah sekitar 3400 Kkl dapat diterima kebutuhan PLN di seluruh Indonesia sesuai dengan mekanisme yang telah diatur,” tambahnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Mohd Tanwier juga menyampaikan apa dikatakan Pj Gubernur Aceh yakni untuk mengikut sertakan masyarakat setempat bisa beraktivitas di perusahaan BUMN yang ada di Aceh.
“Kami mengharap bisa mengikut sertakan masyarakat setempat, sekurang-kurangnya bisa berbagi ilmu teknologi kepada mereka. Sehingga masyarakat di Aceh bisa mengikuti perkembangan,” ungkapnya.
Sementara itu Wamen BUMN I, Pahala Nugraha Mansury mengatakan baru dua minggu lalu dirinya ke Tanah Rencong untuk melihat perkembangan PT PIM. Kunjungan itu terkait dengan pengembangan dua pabrik di Aceh yakni revitalisasi dari PIM I dan pabrik NPK yang bergerak di bidang pupuk.
“Harapannya kita juga bisa membangun kawasan industri di PIM. Kita juga berharap ini nanti kesamaan dengan Pertamina Group, dan Pupuk Indonesia Group bagaimana merevitalisasi kawasan tersebut untuk bisa dikembangkan menjadi industri hijau karena potensinya sangat bagus,” kata Pahala.
Terkait pengeboran minyak yang dilakukan masyarakat di wilayah kerja Pertamina, ia akan mempertimbangkan bagaimana cara kerjanya nanti. “Tapi nanti kita lihat dulu apakah akan jadi suatu bentuk kerjasama yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Dia juga menambahkan bahwa potensi KEK Arun sangat bagus jika dikembangkan. Sebab, kata dia ketersediaan infrastruktur yang sudah ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.