Jumat, 15/11/2024 - 17:15 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

PKS Walk Out saat ketok Palu Kenaikan BBM: Dejavu Ala Demokrasi

Rakyat sudah kenyang dengan gimmck politik tiap kali berubah aktor dengan cara yang sama. Tidakkah kekecewaan rakyat saat ini terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi, adalah berangkat dari kegembiraan dan dukungan rakyat setelah melihat mantan walikota solo tersebut rela turun ke gorong-gorong hingga menuai banyak pujian?

Bukankah maraknya kasus korupsi oleh kader PDIP kini justru berangkat dari pujian rakyat terhadap mental wong cilik-nya PDIP, hingga drama derai tangis akibat kenaikan BBM kala itu?

Bukankah pengkhianatan Prabowo dan disusul Sandi, adalah berangkat dari simpatisan rakyat yang tertipu oleh bunga-bunga demokrasi yang berselancar berempati atas penderitaan umat islam kala itu?

Tidakkah kita belajar dari sejarah? Bahwa mereka akan menjadi aktor yang berbeda dengan skenario yang sama? Akankah kita tertipu untuk kesekian kalinya?

Puan bahkan menanggapi atas walk out-nya Fraksi PKS dari ruang sidang paripurna adalah tabiat politik, yang sudah menjadi hal biasa. Sehingga seharusnya kita menyadari bahwa tanggapannya mengisyaratkan bahwa apa yang ia lakukan dulu termasuk drama air mata tak lain adalah hanya menjalankan skenario politik demi meraup elektabilitas semata.

Dulu dan sekarang itu sama, sama-sama dengan skenario yang sama hanya aktornya saja yang berbeda. Hari ini bisa jadi adalah kemarin dengan aktor PDIP, dan kini aktornya adalah PKS. Besok lusa saat PKS menang ekeskutif bahkan legislatif, maka tidak ada jaminan bahwa siklus tersebut tidak akan terulang.

Akankah kita rakyat biasa akan kecewa untuk kesekian kalinya? Apakah kita rakyat biasa hanya akan menjadi keledai yang jatuh pada lubang yang sama? Ataukah bangkit, bangkit dari keterpurukan pemikiran, bangkit dari kejumudan paradigma, bangkit dari kekecewaan yang terus menerus menghuni benak rakyat.

Tentu hal ini tidak akan pernah didapatkan dari demokrasi. Pada hakikatnya skenario dan gimmick politik tidak lain hanya lahir dari rahim demokrasi.

Tidakkah kita sampai saat ini menyadari bahwa selama ini kita ditipu oleh sistem yang melahirkan aktor-aktor pemimpin yang minim empati dan gila kekuasaan?

Wallahu A’lam Bi Sowab. 

*(Mahasiswi Kesejahteraan Sosial FISIP UMJ)

1 2

Reaksi & Komentar

أَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِم مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ البقرة [19] Listen
Or [it is] like a rainstorm from the sky within which is darkness, thunder and lightning. They put their fingers in their ears against the thunderclaps in dread of death. But Allah is encompassing of the disbelievers. Al-Baqarah ( The Cow ) [19] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi