BANDA ACEH – Laporan korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan eks Ketua DPD PSI Jakarta Barat Anthony Norman Lianto sempat ditolak polisi. Akibatnya, korban berinsial W, 29, sempat frustrasi dan mentalnya terguncang akibat hal itu.
Mulanya, kuasa hukum korban, Tommy Lambuaso mengatakan bahwa korban didampingi Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) melapor ke Polda Metro Jaya pada 12 Desember 2023. Namun, laporan kasus pelecehan seksual itu ditolak dengan alasan terlapor adalah calon legislatif.
Aturan terkait ini dimuat dalam dalam Surat Telegam (ST) dengan nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 tentang penundaan proses hukum terkait pengungkapan kasus tindak pidana yang melibatkan peserta Pemilu 2024.
“Waktu itu 12 Desember, tim P2TP2A pergi coba membuat laporan polisi terkait apa yang terjadi. Namun, terkait dengan untuk pembuatan LP (laporan polisi) diinformasikan tidak bisa karena dalam masa pemilu,” ujar Tommy kepada wartawan, Jumat (29/3).
Hal ini, kata Tommy, patut disayangkan karena diduga ada salah tafsir dari polisi yang menolak laporan korban. Ia mengatakan bahwa TR Kapolri itu seharusnya laporan tetap mesti diterima meskipun dalam perjalanan penyelidikan kasusnya dapat ditunda.
“Laporan sebenarnya bisa diterima, cuma prosesnya mungkin ditunggu dulu,” ungkapnya.
Pasalnya, usai polisi tak menerima laporan kasus pelecehan seksual dari korban, ia mengatakan bahwa kliennya mengalami drop secara mental.
“Klien kami ketika laporan tidak bisa diterima frustrasi, kecewa, sempat sakit,” beber Tommy.
Usai korban akhirnya didampingi oleh kuasa hukum, barulah laporan polisi itu dapat dibuat di Polda Metro Jaya dan diterima pada Januari lalu. Laporan W yang didampingi kuasa hukumnya, Tommy Lambuaso terdaftar dengan nomor STTLP/B/135/1/2024/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 10 Januari 2023.
Sebelumnya, korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan eks Ketua DPD PSI Jakarta Barat Anthony Norman Lianto buka suara atas kejadian yang menimpanya.
Dengan kondisi yang masih menyimpan memori mengenaskan, W, 29, mau tak mau mesti buka suara demi mendapat keadilan.
Dengan mengenakan masker batik dan kacamata hitam untuk melindungi identitasnya, ia menceritakan awal mula peristiwa kekerasan seksual yang diduga dilakukan Norman pada 5 Desember 2023 lalu.
Saat itu, W mengaku baru satu hari bekerja sebagai buzzer di PSI. Dengan cara memaksa, di malam hari tetiba saja Norman meminta korban datang ke Kantor DPD PSI Jakarta Barat di Green Garden.
“Tapi pada saat saya datang ke sana, sepi gak ada orang, gak ada siapa-siapa. Saya bingung ini maksudnya gimana kok gak ada orang?” tutur W kepada wartawan dengan suaranya yang mulai gemetar, Rabu (27/3).