Prank dari Si Penjahat Perang Netanyahu di Balik Veto Amerika Pada Resolusi Dewan Keamanan PBB Mengenai Gencatan Senjata di Gaza

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

OLEH: MEGA SIMARMATA

   

ADVERTISEMENTS

SAAT ini seluruh dunia sedang marah dan minimal kecewa terhadap pemerintah Amerika Serikat yang memveto Resolusi Dewan Keamanan PBB soal Gencata Senjata (Permanen) dalam Perang Gaza pada hari Jumat, 8 Desember 2023.

ADVERTISEMENTS

Resolusi tersebut, yang dirancang oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan didukung oleh lebih dari 100 negara, mendapat dukungan 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan, dengan Inggris menyatakan abstain.

ADVERTISEMENTS

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menggunakan Pasal 99 Piagam PBB untuk mendesak badan paling berkuasa di organisasi itu agar menyerukan gencatan senjata.

ADVERTISEMENTS

Pasal 99 menyatakan, “Sekretaris Jenderal dapat menyampaikan kepada Dewan Keamanan setiap permasalahan yang menurut pendapatnya dapat mengancam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.”

ADVERTISEMENTS

Teks resolusi tersebut menyerukan penghentian segera pertempuran antara Hamas dan Israel, dan perlindungan warga sipil Israel dan Palestina berdasarkan hukum kemanusiaan internasional. Resolusi itu juga menuntut pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat.

ADVERTISEMENTS

Dan Resolusi ini diveto Amerika.

Maka untuk sementara waktu, upaya dunia menghentikan Perang Gaza gagal.

Saat ini sejumlah negara pun lantas mengutuk Joe Biden dan pemerintahannya.

Tapi saya pribadi, tidak berminat ikut mengutuk.

Sebab, patut dapat diduga, Benjamin Netanyahu adalah otak, dalang, dan pemberi perintah kepada Biden dan Amerika Serikat untuk memveto Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang genacatan senjata dalam Perang Gaza.

Yang patut dipertanyakan adalah apakah Joe Biden, Kamala Harris, Antony Blinken dan bahkan para diplomat Amerika di PBB sebenarnya adalah Agen Rahasia Mossad?

Kalau patut dapat diduga mereka adalah Agen Mossad, maka memang wajib bagi mereka untuk melaksanakan perintah Netanyahu yang memanfaatkan posisinya sebagai Perdana Menteri Israel sebagai atasan langsung Mossad.

Ini bukan lagi soal Amerika adalah sekutu utama Israel.

Sebab hubungan antara Netanyahu dengan Joe Biden dan Pemerintahannya sangat amat buruk.

Bahkan bulan lalu, Pemerintahan Joe Biden jugalah yang berharap dan ikut mendorong agar Penjahat Perang Netanyahu ini mengundurkan diri dari jabatan sebagai Perdana Menteri Israel.

Dan bulan lalu Amerika tidak sudi memveto dalam sidang Dewan Keamanan PBB yang membahas soal gencatan senjata Perang Gaza.

Netanyahu yang saat ini merupakan terdakwa dari 3 kasus korupsi di Pengadilan Distrik Yerusalem, sejak tiga minggu lalu juga sudah kesetanan mengganggu proses pembebasan sandera yang berjumlah 240 orang.

Kita bahas sejenak sidang Dewan Keamanan PBB kemarin.

Inggris jadi satu-satunya negara dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB yang memilih abstain saat pengambilan suara atas konflik di Gaza. Voting dilakukan pada Jumat (8/12) saat agresi militer Israel sudah menewaskan 17.487 warga Palestina.

Barbara Woodward sebagai perwakilan Inggris di PBB mengungkapkan alasan di balik pilihannya tersebut. Menurutnya, draf resolusi gencatan senjata yang diajukan Uni Emirat Arab itu mengabaikan serangan Hamas pada 7 Oktober.

“Seruan gencatan senjata mengabaikan fakta bahwa Hamas telah melakukan aksi teror dan masih menyandera warga sipil,” kata Woodward seperti diberitakan Al Jazeera.

Meski Inggris abstain dari resolusi gencatan senjata, Barbara Woodward menyatakan tetap meminta Israel untuk mematuhi hukum kemanusiaan dalam melakukan hal yang mereka sebut “mengatasi ancaman dari Hamas.”

“Israel harus mampu mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh Hamas dan harus melakukannya dengan cara yang mematuhi hukum kemanusiaan internasional sehingga serangan seperti itu tidak akan terjadi lagi,” kata Woodward.

Mengenai keberatan Inggris bahwa masih ada ratusan orang yang masih disandera Hamas, itupun sudah berkali-kali saya kritik lewat tulisan-tulisan saya sebelum ini.

Selama satu bulan lamanya, Dinas Rahasia Amerika CIA William Burns dan Dinas Rahasia Israel Mossad David Barnea berunding di Doha, Qatar, dengan pihak Hamas dengan difasilitasi langsung oleh Perdana Menteri Qatar Yang Mulia Syeikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dan didampingi juga oleh Perwakilan Pemerintah Mesir yang diwakili oleh Pimpinan Dinas Rahasia Mesir.

Berkat kehebatan, kegigihan, kerja keras dan kerja hebat Mossad dan CIA, Hamas bersedia membebaskan seluruh sandera sebanyak 240 orang lewat tiga hari pembebasan yaitu setiap hari akan dibebaskan 80 orang sandera untuk diangkut semuanya dan dibawa pulang.

Tapi hanya dua hari menjelang pembebasan sandera di bulan November 2023, saat Direktur Mossad David Barnea sudah bergabung dengan Direktur CIA William Burns di Doha untuk memastikan Hamas menepati hasil kesepakatan mereka membebaskan seluruh sandera.

Ibarat kata pepatah, ingin hati memeluk gunung apa ada tangan tak sampai.

Saat Delegasi Mossad dipimpin David Barnea sudah berada di Qatar bulan November lalu, Netanyahu malah berkoar koar dari Israel agar Direktur Mossad David Barnea harus menangkap semua Pimpinan Hamas yang berunding soal pembebasan sandera.

Sehingga akhirnya Hamas pun enggan menepati hasil kesepakatan mereka dengan CIA dan Mossad.

Sehingga dalam masa gencatan senjata selama 7 hari, hanya 103 sandera yang dibebaskan Hamas.

Padahal sandera yang ditahan Hamas adalah 240 orang.

Maka kurang lebih ada 137 orang sandera yang belum dibebaskan Hamas.

Sisa sandera yang gagal dibawa pulang akibat provokasi sabun Netanyahu inilah yang membuat Pemerintah Inggris memutuskan untuk abstain dalam sidang Dewan Keamanan PBB.

Sudah sangat terang bendera di hadapan semua mata dari warga dunia bahwa Netanyahu sedang mati-matian mempertahankan kekuasaannya dengan cara memperpanjang perang.

Hanya dengan cara perang yang berkepanjangan inilah Netanyahu yakin ia bisa bertahan sebagai Perdana Menteri.

Perang terus berlanjut.

Sisa sandera sebanyak 137 orang yang masih ditahan Hamas jangan dibebaskan.

Pada hari Dewan Keamanan PBB bersidang, di Israel justru sedang dilakukan pemakaman terhadap seorang prajurit IDF bernama Gal Eisenkot, putra dari Mantan Kepala Staf IDF Gadi Eisenkot yang kini bergabung dalam Partai Blue and White. Dan dengan muka syahdu seolah sangat berduka, Netanyahu hadir di pemakaman Gal Eisenkot.

Pertanyaannya, siapa yang membunuh Gal Eisenkot, putra dari Gadi Eisenkot?

Lalu sekarang sejumlah negara mendadak terserang sakit radang paru atau pneumonia, khususnya menyerang anak kecil.

Tak berhenti sampai situ, Covid yang sudah tutup buku mendadak muncul variabel barunya dan menjalar sudah ke mana-mana.

Tren kasus infeksi virus Corona penyebab Covid-19 ini, sekarang di Indonesia tengah mengalami kenaikan. Kenaikan diduga dipicu oleh subvarian baru Eris atau EG.5 dan EG.2.

Dunia seakan sedang digiring untuk masuk dalam babak baru pandemi

Atau mininal dunia sedang dipelonco dan dibuat sibuk semua.

Jadi, soal pembebasan sandera, kalau memang Netanyahu bersikeras tak mau mengakhiri perang, sebaiknya PBB melakukan lagi sidang Dewan Keamanan PBB untuk menetapkan bahwa di atas langit Israel dan Palestina diberlakukan no fly zone.

Agar tidak ada roket, misil dan tembakan bisa berseliweran dari udara.

Dan dicari tahu dalam aturan PBB, bagaimana mengeluarkan dua negara ini dari keanggotaan mereka di PBB yaitu Amerika Serikat dan Israel.

Sebab dunia harus tegas dan keras menyikapi kedegilan dan kebiadaban Netanyahu.

Periksa tren naiknya wabah pneumonia dan Covid variabel EG.

Penjahat Perang Netanyahu ini tidak boleh dibiarkan terus menerus memperpanjang perang dengan sengaja menciptakan chaos di sana-sini, hanya demi supaya ia jangan digulingkan oleh rakyatnya sendiri dan supaya ia jangan disidang dalam sidang sidang korupsinya yang terus buat untuk ditunda tunda agar vonis bersalah kepada dirinya jangan pernah bisa disampaikan hakim.

Kita tak boleh berhenti melawan kebatilan dan kejahatan perang yang sudah sangat kejam mencabut nyawa 18.000 rakyat Palestina dan 1.200 nyawa rakyat Israel dalam perang ini, yang ternyata cuma mau dimanfaatkan dan disalah-gunakan oleh satu orang “troublemaker” bernama Benjamin Netanyahu. 

(Penulis adalah wartawati senior yang pernah bekerja sebagai jurnalis di Radio Elshinta, Radio Ramako, Radio Trijaya FM, Voice of America (VOA), Inilah.com dan RMOL. Meliput di ABRI (kini TNI) sejak 1993 dan Polri sejak 2005 hingga saat ini.)

Exit mobile version