BANDA ACEH – Menjelang Pilpres 2024, media sosial dihebohkan oleh film dokumenter ‘Dirty Vote’ yang mengungkap kecurangan pemilu.
Film Dirty Vote ini ternyata disutradarai oleh Dandhy Laksono. Film dokumenter yang mengungkap kecurangan pemilu ini resmi dirilis pada Minggu (11/2/2024).
Film Dirty Vote ini dibintangi oleh tiga ahli hukum tata negara yakni, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Selain tiga tokoh yang menjadi sorotan, ada sosok Dandhy Laksono yang merupakan sutradara film Dirty Vote. Berikut profil Dandhy Laksono sang sutradara film kontroversial Dirty Vote.
Dandhy Dwi Laksono pria kelahiran Lumajang, Jawa Timur ini lahir pada 29 Juni 1976. Ia merupakan lulusan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) jurusan Hubungan Internasional.
Pada tahun 2007 ia juga sempat menempuh pendidikan non formal di Ohio University Internship Program on Broadcast Journalist Covering Conflict, Amerika Serikat, kemudian dilanjut pelatihan pada tahun 2008 di British Vouncil Broadcast Program, London, Inggris.
Dandhy sudah lama berkarir dalam dunia jurnalis investigasi, ia juga menuangkan pikiran-pikirannya dalam bentuk tulisan hingga film dokumenter.
Pengalaman Dandhy dalam dunia industri juga sudah tidak diragukan lagi, awal karirnya dalam dunia industri dimulai sebagai reporter dan kemudian dia juga menjabat sebagai editorial Consultant First Media News hingga pada tahun 2011.
Kurang dari 2 tahun dirinya berkarir dalam dunia jurnalis, ia menjadi reporter untuk tabloid dan majalah Warta Ekonomi.
Kemudian ia menjadi editor PAS FM Radio, AHA Digital Lifestyle Magazine, bahkan ia sering terjun langsung ke media televisi seperti SCTV, RCTI dan lain sebagainya. Dandhy Laksono juga pernah membuat film dokumenter tentang ‘Sexy Killers’ yang dibuat melalui rumah produksi yang didirikannya, yaitu Watchdoc.
Film tersebut mengungkap fakta di balik industri dari tambang batu bara yang sempat memakan korban jiwa dan merusak saluran napas para penduduk sekitar, sampai membuat lingkungan sekitar tercemar.
Film ini juga viral dan dirilis beberapa hari pada saat menjelang pemilu pada tahun 2019. Sejak muda, Dandhy sudah ingin membuat sendiri karyanya yang bermutu sekaligus kritis, oleh sebab itu, bukan hal aneh lagi jika ia kerap mendapat serangan dari berbagai kalangan pihak yang ia kritisi melalui karyanya.
Selain sering mendapat ancaman, Dandhy juga terkenal sebagai seorang aktivis yang pernah ditangkap oleh Polda Metro Jaya pada tahun 2019 akibat dugaan ujaran kebencian yang dianggap telah melanggar Undang-undang No.11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ia juga sering melakukan perjalanan ke pedalaman menggunakan motor yang disebutnya denagn Ekspedisi Biru, kemudian ia mendokumentasikan terkait isu-isu kearifan lokal, sosial, dan budaya, energi, hingga ekonomi mikro. Dari perjalanannya tersebut, ia telah menghasilkan beberapa film dokumenter pendek yang membahas isu lokal namun sensitif dan menjangkau nasional yang jarang dilaporkan oleh media secara mendalam.
Selaku sutradara dari film Dirty Vote, pria berusia 47 tahun ini mengungkapkan bahwa dengan adanya film ini, ia bertujuan untuk mengedukasi kepada masyarakat di masa tenang pemilu yang berlangsung selama 3 hari yakni dari tanggal 11-13 Februari 2024.
“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres atau cawapres. Tapi hari ini, kita akan menonton film ini sebagai sesama warga negara,” tulisnya dalam akun instagram pribadinya @dandhy_laksono