PROGRAM Kelompok Usaha Perempuan Mandiri (KURMA) yang dijalankan di Kabupaten Sidoarjo, mendapatkan perhatian dari Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Isna Fitria Agustina. Menurutnya, inisiatif ini merupakan langkah yang tepat dalam mengatasi kesenjangan gender di sektor ekonomi.
“Perempuan memiliki potensi besar sebagai agen perubahan ekonomi. Namun, mereka sering menghadapi tantangan seperti akses terbatas terhadap modal, keterbatasan pengetahuan bisnis, dan kesulitan mendapatkan pelatihan. Dengan program KURMA, mampu mengatasi hambatan ini dengan memberikan dukungan komprehensif kepada kelompok usaha perempuan,” tambahnya (SIDOARJOterkini, 31/5/2023).
Hibah Ekonomi untuk Pemberdayaan Perempuan
KURMA ( Kartu Usaha Perempuan Mandiri) adalah sebuah program pemberian bantuan modal usaha (hibah ekonomi) untuk ketahanan ekonomi keluarga, pada kelompok perempuan di tingkat RT, selain istri ASN, TNI dan Polri, yang awalnya diprioritaskan untuk janda karena korban covid-19. Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Sidoarjo M Edi Kurniadi mengatakan, KURMA merupakan program prioritas bupati dan wakil bupati dan asuk dalam RPJMD Bupati 2021-2025 (radarsidoarjo, 26/5/2023). Program ini menindaklanjuti perintah presiden untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mencetak UMKM go to ekspor.
Nominal bantuan permodalan sebesar Rp 5-50 juta untuk satu kelompok berisi maksimal 5 orang. Ada sebanyak 8.467 RT. Edi menargetkan ada 35 persen dari jumlah RT tersebut mendapat bantuan permodalan melalui KURMA ini. Dengan perealisasiannya secara bertahap, tahun 2022 dianggarkan 20 miliar. Dan tahun 2023, 23 miliar.
Kabag Hukum Sekretariat Daerah Sidoarjo Hery Suhartono mengatakan, program KURMA ini telah tertuang dalam Perbup Nomor 26 Tahun 2022. Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Sidoarjo M. Ainur Rahman menegaskan, perempuan pelaku usaha di Sidoarjo bebas mendaftar. Bahkan, tak perlu nomor induk berusaha (NIB) karena KURMA bukan pinjaman, melainkan hibah, jadi penerima tidak perlu mengembalikan. Pencairan dananya lewat BPR Delta Artha Sidoarjo (radarsidoarjo.id, 21/2/2022).
Meski program ini bersifat hibah, namun Bupati tetap membentuk tim seleksi kepada kelompok usaha penerima program. Yang terdiri dari OPD dan perguruan tinggi. Hasil, akan ditetapkan dalam keputusan Bupati. Selain pemberian hibah program ini juga mempermudah pelaku UMKM untuk mendapatkan perizinan, bantuan sertifikasi halal, hingga nantinya setiap rapat baik tingkat dinas atau kecamatan wajib menyuguhkan produk dari UMKM Sidoarjo sendiri.
Perempuan Tulang Punggung Perekonomian: Paradigma yang Salah
Ada paradigma salah terkait gender, seolah perbedaan pria dan wanita hanya di masalah pemberdayaan. Jika pria banyak akses sedang perempuan tidak, terutama karena norma budaya, agama dan adat di timur yang membatasi peran perempuan di ranah sosial dengan berbagai aturan tak tertulis. Seolah perempuan menjadi terbelakang dan tidak berdaya ekonomi karena hanya fokus pada fungsi istri, ibu, pengasuh dan pengatur rumah tangga. Pada masa kolonial malah lebih parah dengan melarang perempuan mengenyam pendidikan tinggi hanya karena kelak bukan menjadi pegawai alias hanya mengurusi sumur, dapur dan kasur.
Sistem kapitalisme mencoba memberikan peluang kepada kaum wanita ini agar berdaya guna dan menggunakan potensi terbaiknya sebagai perempuan, sederajat dengan pria. Sayangnya, karena asasnya sekuler, maka solusi yang ditawarkan jelas tak berbau agama samasekali. Justru aturan agama dipandang sebagai penghambat. Sebagai gantinya mereka menggunakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan produk manusia bebas.
Sistem kapitalisme menganggap seseorang berdaya dan memiliki value di mata masyarakat adalah ketika bisa menghasilkan uang atau materi. Semakin banyak yang dikumpulkan, semakin banyak pula akses ekonomi yang dia miliki maka ia adalah orang sukses dan jelas bahagia. Padahal secara alami, setiap pilihan membawa konsekwensi, ketika perempuan di tarik dari fitrah penciptaannya dan hanya disibukkan dengan mencari materi bahkan menjadi tulang punggung keluarga, saat itulah bencana besar sedang terjadi.
Kerusakan generasi, salah satunya. Sebab keluarga kehilangan sosok ibu dan pemelihara urusan rumah tangga. Berganti dengan sosok yang materialistis namun miskin kasih sayang. Pun yang tak kalah mengerikannya adalah ini bukti dari abainya negara menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hingga perempuan di dorong untuk berdaya, memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya hingga pada taraf sejahtera.
Sungguh, inilah bentuk kezaliman nyata, sebab, seberapa kuat perempuan, seberapa berdayanya ia, sampai kapan pun tak akan mampu membangun kesejahteraan komunal. Pertama karena UMKM hanyalah kegiatan ekonomi mikro, rumahan, skala kecil. Apa yang diproduksi juga hanya kebutuhan masyarakat sebagian, bukan pokok. Pangsa pasarnya misalkan pun bisa menjangkau pasar internasional bukan barang kebutuhan pokok yang nilainya kecil.
Padahal kebutuhan rakyat sangatlah banyak, hingga mencapai tataran sejahtera setidaknya enam kebutuhan pokok harus terpenuhi, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Jika itu semua ditempatkan di pundak perempuan kesejahteraan yang bagaimana yang bisa diharapkan? UMKM sendiri juga masih menghadapi berbagai halangan. Selain di sumber bahan baku yang sebagian besar juga masih mengandalkan impor, pemasaran baik offline maupun online, sumber daya manusianya karena tidak setiap orang memiliki kesamaan passion bergerak dalam bidang usaha, terutama modal.
Kedua, pemberdayaan perempuan bersifat lokal, setiap daerah berbeda meski ruhnya sama yaitu usaha kecil, namun setiap daerah memiliki potensi SDA dan SDM yang berbeda. Sementara kesejahteraan rakyat bahkan negara bersifat luas, nasional bahkan internasional. Kapitalisme sejatinya telah menempatkan orang-orang yang berkapital tinggi untuk mengelola faktor-faktor ekonomi mulai dari hulu hingga hilir, mulai dari penguasaan kepemilikan SDA hingga distribusi ke masyarakat berupa barang jadi. Omong kosong jika kita diyakinkan bahwa perempuan mampu mengangkat perekonomian bangsa, yang ada perempuan itu menjadi bagian dari sektor ekonomi itu sendiri. Menjadi tenaga kerja murah sekaligus menjadi pasar potensial bagi produk-produk negara-negara besar dengan para kapitalis besar mereka.
Ketiga, Klaim KURM mampu meningkatkan kualitas hidup itu juga kabur. Sementara masyarakat masih dihadapkan pada banyak persoalan hidup, seperti sekolah mahal, kesehatan mahal, bahan kebutuhan pokok harganya terus naik cenderung tak terbeli belum lagi persoalan kebobrokan sosial. Program ini bertajuk hibah ekonomi, dana diambil dari APBD Sidoarjo, kita tahu pendapatan terbesarnya adalah dari pajak dan utang. Jika pun rakyat berhak mendapatkan kemanfaatan darinya bukan hanya sektor usaha, dan tidak pula menyasar perempuan saja. Melainkan semua individu rakyat yang baginya ada kewajiban memberi nafkah keluarganya.
Keempat, ini adalah upaya tambal sulam negara yang gagal mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemerintah hanya fokus mengatur regulasi atau peraturan yang memudahkan para kapitalis masuk dan mengelola faktor-faktor ekonomi dan berlepas tangan mengurusi urusan rakyatnya malah justru dibebankan kepada perempuan. “Dengan mengusung ide perempuan mandiri, berdaya ekonomi adalah aset negara,” jelas menyesatkan.
Pandangan Islam
Dalam Islam negara berfungsi sebagai periayah atau pengurus rakyat yang dipimpinnya sebagaimana sabda Rasullah Saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Itulah mengapa ketika Allah memerintahkan seorang pemimpin mengurusi rakyatnya sudah sekaligus memberikan panduan bagaimana mengurusinya, yaitu dengan syariat. Di luar itu, inilah yang hari ini kita hadapi. Dimana perempuan diberdayakan dan dipaksa bernilai guna materi.
Padahal kewajiban mencari nafkah adalah laki-laki, baligh dan mampu. Allah SWT berfirman yang artinya, “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut…” (TQS al-Baqarah :233).
Disinilah peran negara, memastikan setiap ayah atau laki-laki baligh bisa menafkahi keluarganya. Dengan membuka lowongan pekerjaan seluasnya, dan memberikan subsidi atau santunan jika memang uzur sesuai syara.
Negara memberikan bantuan modal berupa benda bergerak atau pun tidak, pelatihan dan lainnya dengan tujuan kebutuhan rakyat terpenuhi. Sedangkan perempuan, sepanjang hidupnya tak wajib bekerja apalagi menjadi tulang punggung keluarga atau negara. Negara akan memaksa walinya untuk bisa memberi nafkah, jika memang wali tak ada maka beralih kepada negara.
Jika pun wanita ingin bekerja, hukumnya mubah, tidak dipaksa dengan syarat tidak meninggalkan kewajibannya, yaitu sebagai Ummu wa Rabbatul bait, menutup auratnya dengan sempurna dan bukan jenis pekerjaan yang mengeksploitasi kecantikannya. Tidak ada perhitungan gender dalam Islam, setiap manusia di hadapan Allah sama. Sama-sama sebagai hamba Allah yang wajib untuk bertakwa dan menjalankan syariat . Dalam pelaksanaan syariat itu ada yang diberikan sesuai kodrat, sebagai wanita yaitu hamil, melahirkan, menyusui dan pengasuhan.
Ini bukan bentuk merendahkan perempuan, melainkan penghargaan yang sangat tinggi, sebab posisi perempuan adalah kunci munculnya generasi penerus yang cemerlang. Itulah mengapa perempuan pun harus cerdas, sehingga perannya sebagai pengajar pertama anak-anaknya bisa berjalan. Terutama pengetahuan tentang tsaqofah Islam yang kelak diajarkan juga kepada anak-anaknya. Bersinergi dengan masyarakat dan negara, maka akan terwujud sebuah negara yang kuat dan berdaulat. Inilah mekanisme pembentukan ketahanan negara yang semestinya, menempatkan segala sesuatu sesuai dengan yang Allah perintahkan.
Maka, menjadi hak yang paling urgen hari ini yaitu mencampakkan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan syariat kaffah. Wallahu a” lam bish showab. []