BANDA ACEH -Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dianggap hanya sebagai partai politik (parpol) penambal kekurangan suara parpol lainnya untuk mengusung calon presiden pada Pilpres 2024 nanti.
Begitu yang disampaikan peneliti senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata, menanggapi pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, yang menyatakan tidak akan mendukung Anies Baswedan pada Pilpres 2024.
“Jika melihat perolehan suara di Pemilu 2019, maka PSI berat untuk mengusung pasangan calon presiden. PSI hanya bisa pendukung saja. Jikapun jadi pengusung maka itu bisa diprediksi sebagai partai penambal kekurangan suara untuk melengkapi syarat untuk menjadi pengusung,” ujar Dian kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (21/6).
Akademisi Universitas Ibnu Chaldun ini menilai, DNA politik PSI seperti didesain untuk menjadi parpol yang menjadi kompetitor atau bahkan ada kecenderungan menjadi lawan bagi siapapun yang mendukung segmentasi agamis atau Islam.
“Makanya tidak heran PSI begitu awareness dalam bentuk lain terhadap Anies, ini sebagai contoh. Jika awareness dalam bentuk lain dikonstruksikan mengkritisi Anies dalam apapun maka PSI harus konsisten dan militan,” papar Dian.
Publik juga paham bahwa sikap awareness ala PSI terhadap Anies sebagai strategi agar mendapatkan ceruk perhatian dan pemilih yang punya pola pikir yang sama dengan PSI.
“Hanya saja PSI lupa. Bahwa ceruk pemilih di Indonesia mayoritas beragama Islam. Ini pangkal musababnya,” terang Dian.
Bahkan, PSI juga lupa bahwa jika semakin kuat upaya membenamkan Anies, maka secara sadar malah membesarkan Gubernur DKI itu.
“Analoginya sederhana, semakin kuat upaya menenggelamkan bola ke dalam tong air, maka pada konstanta tertentu upaya itu akan melemah dan membalikan, menjadi upaya, menjadi daya pendorong ke atas,” jelasnya.
“Jika strategi ini terus digunakan, maka dalam konteks pilpres maka sudah dipastikan PSI menjadi bagian pendukung koalisi yang tidak ada Anies. Jadi Asal Bukan Anies (ABA),” pungkas Dian.