Dahulu orde baru melahirkan konglomerasi dan kroniisme. Para kapitalis ini awalnya berperan sebagai operator atau donatur pemerintahan. Namun saat ini, karakter politik serigala yang semakin akut mengubah mereka menjadi oligark yang mengurusi segala hal, dialah operator, regulator sekaligus eksekutornya.
Politik Islam Sebuah Alternatif
Politik dalam Islam dimaknai sangat sederhana. Bukanlah semata-mata soal seni membina kekuasaan dan jabatan. Politik Islam bermakna mengurus sesuatu sesuai kemashlahatan (umat) berdasarkan syariat Islam. Ketika kekuasaan dan pemerintahan didedikasikan untuk mengurusi urusan rakyatnya, maka seorang penguasa akan mencintai rakyatnya dengan sepenuh hati.
Ketika pemimpin melakukan blusukan misalnya, bukan untuk menarik simpati, atau membangun opini, tetapi untuk melayani dan memberi solusi. Pemimpin ini akan memberikan cinta kepada rakyatnya sehingga rakyatnya pun akan mencintainya.
Kepemimpinan dalam Islam adalah sebuah amanah, yang harus dijaga dan ditunaikan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, tidak sembarang orang bisa didudukkan sebagai pemimpin. Ketika amanah ini pernah diminta oleh Abi Dzar al-Ghifari dari Nabi SAW dengan tegas Rasulullah menyatakan kepada Abu Dzar;
“Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, kehinaan dan penyesalan pada Hari Kiamat. Kecuali orang yang mengambilnya dengan sesuhnya, dan menunuaikan apa yang menjadi kewajibannya dengan baik” (HR. Ahmad).
Untuk mewujudkan kepemimpinan yang demikian haruslah terdapat dua faktor yaitu manusia dan sistem kepemimpinan. Dalam konteks yang pertama, Islam menggariskan bahwa seorang pemimpin, khususnya pemimpin negara, harus memenuhi kriteria laki-laki, Muslim, adil, merdeka, berakal, baligh dan mampu.
Selain kriteria personal ini, pemimpin juga harus memiliki kriteria kepemimpinan ideal. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, menyatakan ada tiga kriteria kepemimpinan, yaitu kepemimpinan inovatif, kepemimpinan inspiratif dan kepemimpinan cerdas. Dari ketiga kriteria ini, kriteria kepemimpinan inovatif-lah yang paling dibutuhkan oleh oleh umat.
Hal ini karena umat ini sudah lama terlelap dalam tidur panjang. Ketajaman akal mereka harus diasah dan level berpikir harus ditingkatkan agar mereka dapat diajak, disadarkan untuk menyusuri jalan kebangkitan. Namun, ini belum cukup, jika sistem yang digunakan memimpin bukanlah sistem yang baik. Sistem yang sahih harus datang dari dzat yang maha baik, yaitu Allah SWT.
Sistem ini telah ditegakkan oleh Rasulullah SAW, diwarisi oleh Khulafaurrasyidin dan dijaga oleh para Khalifah sesudahnya. Dalam sistem Islam, kepemimpinan tidak dihasilkan oleh orbitan instan ala cawe-cawe seperti saat ini. Kepemimpinan kuat lahir dari pribadi yang kuat disokong oleh sistem yang sahih bukan dari Mahkamah Keluarga untuk melayani kepentingan Dinasti dan Oligarki.[]