Ratusan Pengungsi Letusan Gunung Lewotobi Cuma Konsumsi Singkong, Belum Tersentuh Bantuan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Ratusan pengungsi bencana letusan Gunung Lewotobi Laki-laki belum tersentuh bantuan.

Mereka bertahan hidup dengan mengonsumsi pisang dan singkong.

ADVERTISEMENTS

Diketahui, letusan Gunung Lewotobi, di Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Minggu (3/11/2024) membuat ribuan warga mengungsi di tempat yang aman.

ADVERTISEMENTS

Mereka menetap di tiga posko yang didirikan pemerintah.

ADVERTISEMENTS

Namun, sebagian lainnya memilih mengungsi secara mandiri.

ADVERTISEMENTS

Pengungsi mandiri ini lah yang masih belum tersentuh bantuan apapun, termasuk 116 warga Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur.

ADVERTISEMENTS

Selain itu, ada lebih dari 400 pengungsi dari Desa Pululera yang mengungsi di Desa Nileknoheng yang bernasib sama.

ADVERTISEMENTS

 

Selama tiga hari mengungsi, mereka bertahan hidup tanpa bantuan makanan, padahal ada banyak balita, ibu hamil, dan lansia.

Mengutip TribunFlores.com, mereka hanya makan singkong dan pisang.

Maria Angelina Oa Noba (34), salah satu pengungsi berharap mendapat bantuan seperti pengungsi lain.

“Pagi dan siang itu kami hanya makan ubi (singkong) dan pisang rebus. Kadang kami campur dengan kelapa supaya tidak bosan,” ujar Maria Noba.

Ia juga menuturkan, para pengungsi hanya makan nasi pada saat malam hari.

Yoseph Tobi (46) pengungsi lainnya mengaku stok beras sangat menipis.

“Makan nasi hanya malam saja, tapi porsinya kami kurangi,”

“Beras ini kami bawa dari rumah, sekarang tinggal sedikit,” ungkapnya.

Yoseph menuturkan, pengungsi di tempatnya enggan pergi ke posko yang didirikan pemerintah atas pertimbangan kenyamanan.

Lokasi yang mereka tempati saat ini diklaim lebih aman dari pusat erupsi.

“Abu tidak masuk sampai di sini. Daerah sini bersih, cukup jauh dengan Gunung Lewotobi Laki-laki,” katanya.

Sementara itu, Kalak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur, Fredy Moat Aeng menuturkan, mobilisasi bahan bantuan sangat terbatas, sehingga belum bisa menjangkau pengungsi mandiri.

Pihaknya pun tengah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Nawakote agar mengambil kebutuhan pengungsi secara langsung di posko-posko terdekat.

“Kalau bisa ada satu yang koordinir untuk bisa ambil di posko atau ke Kantor BPBD. Soalnya di Boru itu tidak ada posko,” ujarnya.

Warga Ceritakan Detik-detik Meletusnya Gunung Lewotobi

Warga desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Antonius Kebang Liwu menceritakan detik-detik ngerinya erupsi Gunung Lewotobi.

Ia menuturkan, saat itu, Senin (4/11/2024) malam, sekira pukul 00.00 Wita, terjadi hujan disertai petir.

Setelah sempat berhenti sejenak, tiba-tiba ada suara gemuruh yang keras.

“Malam tepat jam 12 malam diawali dengan hujan, kilat, guntur, setelah itu berhenti sejenak. Kemudian terjadi bunyi gemuruh seperti kayak bom begitu,” cerita Antonius, dikutip dari TribunFlores.com.

Saat mendengar bunyi tersebut, Antonius bersama keluarganya sudah siap untuk mengungsi.

Sejumlah dokumen keluarga ikut diselamatkan bersama dengan keluarganya.

“Kita selamatkan kartu keluarga, dokumen keluarga itu, bersama anak dan istri, dengan keluarga lain kita berusaha untuk selamatkan diri,” ujar Antonius.

Bau belerang yang menyengat pun tercium dan membuat Antonius menggunakan masker.

Saat keluar dari rumah, ternyata hujan tersebut disertai hujan batu.

Karena panik, ia mengajak keluarganya untuk kembali masuk ke dalam rumah.

Setelah hujan batu selesai, ia dan keluarganya keluar rumah untuk mengecek kondisi sekitar.

Dirasa aman, ia mulai menyelamatkan anak-anaknya terlebih dahulu.

Ia memboncengkan anak-anaknya menggunakan motor ke lokasi yang aman.

Kemudian, ia menghubungi keluarganya yang berada di Desa Hikong, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka untuk menjemputnya dan keluarga.

Antonius dan keluarganya yang berjumlah delapan orang kini mengungsi di Desa Hikong.

“Saat mengungsi yang dibawa saya dan keluarga hanyalah dokumen penting dan juga baju,” ungkapnya.

Karena hanya membawa baju dan dokumen, ia dan keluarganya membutuhkan bantuan.

“Kita di sini sangat membutuhkan makanan, tikar, masker, dan obat-obatan,” imbuhnya.  

Antonius menceritakan, rumahnya rusak karena hujan batu.

“Rumah dalam kondisi rusak,”

“Mudah-mudahan pemerintah bisa peduli dengan kondisi rumah yang rusak seperti memberikan terpal,”

“Sehingga saya bisa menutup bagian yang bolong dan menyelamatkan barang-barang yang ada di dalam rumah,” ujarnya

Exit mobile version