BANDA ACEH – Di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-25, sekelompok orang yang pada tahun 1990-an menamakan diri sebagai “Mega Bintang” menyerukan untuk melawan oligarki saat berkumpul di Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (5/6).
Salah satu pendukung Mega Bintang Jakarta tahun 1997, Andrianto mengatakan, pada hari ini, tepat 25 tahun lalu di tengah kuatnya hegemoni orde baru (orba) dan puncaknya orba, muncul kejenuhan dari publik karena politik yang semakin otoriter, serta ekonomi yang semakin menguntungkan konglomerasi dan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang menggila.
“Semua seakan tunduk. Saat itulah di Kota Solo tampil seorang tokoh Muchdrik Sangidu yang gerakkan ‘Mega-Bintang’. Sebuah narasi perlawanan yang merujuk pada Mega dengan PDIP-nya dan Bintang lambang PPP partainya Muchdrik. Sontak gerakan Mega Bintang jadi viral,” ujar Andrianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (5/6).
Menurut Andrianto, gerakan Mega Bintang memunculkan harapan rakyat untuk tidak menyerah dan bangkit melawan.
“Jarum sejarah bergerak cepat hanya butuh setahun saja Orba tumbang. Saat pioner Mega-Bintang Muhdrik Sangidu kini berusia 78 tahu masih semangat dan menggelora mengumpulkan tokoh kridible saat momen 25 tahun (5/6/2022),” kata Andrianto.
Dalam acara ini, juga hadir beberapa aktivis. Seperti Ketua DPD RI, La Nyalla Mattalitti yang berbicara soal gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan Presidential Threshold (PT) menjadi nol persen agar ada banyak calon presiden
“Kata La Nyalla, jika MK tidak kabulkan maka lebih baik dibubarkan,” terang Andrianto.
Selanjutnya turut berbicara Ferry Julianto yang menyampaikan bahwa kekuatan nasionalis dan Islam merupakan sebuah keniscayaan yang harus bersatu.
“Kata Ferry Julianto, kini rezim malah jadi Islamphobia dan membenturkan, mengadu domba rakyat,” tutur Andrianto.
Kemudian, Rocky Gerung juga berbicar soal politik yang menguntungkan oligarki dengan PT 20 persen yang berdampak pada capres menjadi terbatas.
“Kata Rocky Gerung, PT harus nol persen jika tidak dukung PPP (Partai People Power) dan rakyat sah lakukan LBP (Liga Boikot Pemilu)” jelas Andrianto.
Lalu, Syahganda Nainggolan juga menyampaikan bahwa, di era Soekarno, kolonial Belanda dan pihak oligarki sudah berkuasa, dan sekarang semakin kuasa dan tamak.
“Kata Syahganda, kuasai politik dan ekonomi. Rakyat saatnya bangkit melawan oligarki,” ujar Andrianto.
Yang terakhir dari Jumhur Hidayat yang berbicara soal ketidakadilan yang dialami kaum buruh dari era penjajahan sampai kini yang tidak ada perubahan.
“Kata Jumhur Hidayat, saatnya semua elemen bersatu dan bergerak lawan oligarki,” kata Andrianto.
Dalam acara ini, juga dihadiri oleh Boyamin Saiman, Syukri Fadoli, Sugeng Waras, serta dihadiri ratusan aktivis pelangi yang hadir dari sejumlah kota.
“Ada dari Jakarta itu Lieus Sungkarisma Wahyono, Hendry Harmen, Agusto, Habil maraty. Dari Yogyakarta, KH Syukri Fadloli. Dari Semarang, Sutoyo Abdi. Dari Bandung, Harlan. Serta dihadiri ratusan aktivis lainnya,” pungkas Andrianto.