Di samping ketiga hal di atas, tentu saja kita percaya pada niat baik. Prabowo, seperti juga Soekarno, tentunya mempunyai sejarah sebagai orang baik. Maksudnya kehidupannya didedikasikan pada kepentingan rakyat.
Pertarungan niat baik atau subjektif seseorang dengan kondisi objektivitas bisa saja dimenangkan niat tersebut. Gorbachev di Rusia misalnya, berhasil membubarkan Komunisme, karena subjektifnya sendiri.
Penutup
Rezim Prabowo Subianto dalam perspektif sejarah, dan ekonomi-politik telah memilih jalan realistik. Kompromi Prabowo dengan kekuatan kapitalis, neoliberal, dan oligarki lokal merupakan konsekuensi situasi objektif saat ini. Saya telah menerangkan dominasi Peking di Asia dan dominasi kaum kapitalis di Indonesia saat ini.
Ruang politik bagi Prabowo dalam membangun dalam perspektif idealis masih jauh dari harapan. Namun, kita tetap melihat bahwa Prabowo tetap berusaha membangun bangsa kita untuk lebih baik ke depan.
Bagi kaum aktivis oposisi, seperti kita, adalah memperkuat terus kesadaran rakyat. Kesadaran itu terkait dengan kerangka normatif berbangsa dan bernegara, kesadaran rakyat harus berdaulat dan kesadaran rakyat untuk menjadi subjek dalam pembangunan.
Jika demokrasi dan kebebasan berpendapat terus membesar, maka kaum oposisi bisa menyumbangkan pemikiran dan gagasan konstruktif bagi rezim Prabowo kelak.
(Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle)