Jumat, 15/11/2024 - 11:41 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

SEJARAH

Saat Perampok Keji Jadi Wali Sufi: Fudhail bin Iyadh

Lelaki yang terheran-heran itu menuju Fudhail. Dilihatnya Si Pimpinan Perampok itu tengah shalat dengan kekhusyuan yang belum pernah dlihatnya, bahkan dari ulama mana pun. Lelaki itu pun menunggu hingga Fudhail selesai shalat, lalu segera bertanya,” Apa yang berlawanan tidak bisa bercampur, kata mereka. Bagaimana seseorang bisa berpuasa dan merampok, shalat dan membunuh orang Muslim pada saat bersamaan?”Di masa mudanya yang kelam, wali sufi Fudhail bin Iyadh adalah seorang perampok. Yang mengherankan, meski menjalani kehidupan seorang perampok, Fudhail muda juga seorang yang terbiasa melalukan puasa sunnah dan shalat dengan sangat khusyu.

Suatu hari sebuah kafilah besar melintas di ‘wilayah kekuasaan’ kelompok Fudhail. Seseorang di dalam kafilah tersebut telah mendengar tentang keberadaan Fudhail dan kelompoknya sebagai perampok terkenal di wilayah itu. Melihat kedatangan para perampok menyambangi kafilahnya, si lelaki itu berpikir bagaimana ia bisa menyelamatkan harta bendanya.

“Aku akan menyembunyikan tas ini,” katanya dalam hati. “Agar tak ketahuan dan harta bendaku aman.”

Lelaki itu keluar dari tendanya, bertemu dengan Fudhail di dekat tenda pemimpin perampok tersebut. Melihat pakaian yang dikenakan Fudhail, lelaki itu menyangka Fudhail seorang asketis (seorang fakir, darwish atau sufi). Dipercayakannya tasnya yang berisikan emas permata kepada Fudhail. 

“Pergilah,” kata Fudhail,” letakkan tasmu di sudut tenda.”

Lelaki itu mematuhi Fudhail, kemudian menghampiri kafilahnya yang tengah dikumpulkan para anak buah Fudhail. Semua barang sudah dijarah, dan semua teman seperjalanannya dalam keadaan terikat, tangan dan kaki mereka. Lelaki itu melepaskan ikatan mereka dan mengumpulkan apa yang masih tersisa. Lalu ia kembali ke tenda Fudhail untuk mengambil tasnya yang berisi emas dan permata. Ia melihat Fudhail berkumpul dengan para penyamun tersebut, bahkan membagi-bagikan hasil jarahan mereka.

“Ah, ternyata aku menitipkan tas kepada seorang perampok,” gumam laki-laki itu, kaget.

Melihat lelaki itu diam ketakutan di kejauhan, Fudhail segera memanggilya.

“Apa yang kau inginkan?” tanya lelaki itu saat mendekat dengan penuh ketakutan.

“Ambil tasmu yang kau letakkan di tendaku, lalu pergilah!” kata Fudhail.

Meski terkejut, lelaki itu segera mengambil tendanya, lalu cepat-cepat pergi.

Para anak buah Fudhail kontan protes. “Di kafilah itu kami tidak menemukan uang satu dirham pun. Mengapa kau mengembalikan tas yang isinya bisa sama dengan sepuluh ribu dirham?”

Fudhail menjawab tenang. “Tadi laki-laki itu berprasangka baik kepadaku, dan aku selalu berprasangka baik kepada Allah, bahwa Dia akan menganugerahkan bagiku jalan tobat. Aku membenarkan prasangka baiknya, agar Allah pun membenarkan prasangka baikku.”

***

Esok harinya, manakala kawanan itu menjarah harta kekayaan kafilah lain yang melintas wilayah mereka, seorang lelaki dari kafilah itu bertanya kepada para perampok yang sedang berkerumun makan bersama.

”Siapa pemimpin kalian?” tanya lelaki itu.

“Ia tidak bersama kami,” kata seorang kawanan Fudhail. “Ia ada di balik pohon di tepi sungai itu, sedang shalat.”

“Tapi ini kan bukan waktu shalat?” kata lelaki dari kafilah yang telah dirampok itu.

“Ia sedang melaksanakan ibadah Sunnah,” seorang perampok menjawabkan.

“Dan ia tidak makan enak bersama kalian?” lelaki itu lenjut bertanya.

“Ia sedang berpuasa.”

“Tapi ini kan bukan bulan Ramadhan?” lelaki dari kafilah itu tampak heran.

“Ya..puasanya sunnah juga.”   

Lelaki yang terheran-heran itu menuju Fudhail. Dilihatnya Si Pimpinan Perampok itu tengah shalat dengan kekhusyuan yang belum pernah dlihatnya, bahkan dari ulama mana pun. Lelaki itu pun menunggu hingga Fudhail selesai shalat, lalu segera bertanya,” Apa yang berlawanan tidak bisa bercampur, kata mereka. Bagaimana seseorang bisa berpuasa dan merampok, shalat dan membunuh orang Muslim pada saat bersamaan?”

“Apa kau tahu Alquran?” tanya Fudhail kepada laki-laki itu.

“Aku tahu,” jawab lelaki itu.

“Nah, bukankah Yang Mahakuasa berfirman,”Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk”?”  (QS At-Taubah:102).

1 2

Reaksi & Komentar

فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ البقرة [37] Listen
Then Adam received from his Lord [some] words, and He accepted his repentance. Indeed, it is He who is the Accepting of repentance, the Merciful. Al-Baqarah ( The Cow ) [37] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi