BANDA ACEH – Guru Supriyani mencium anaknya usai menjalani sidang pleidoi atau pembelaan dalam kasus dugaan pemukulan terhadap murid SDN 4 Baito di halaman Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (14/11/2024).
Usai menjalani sidang, guru Supriyani didampingi kuasa hukumnya keluar dari ruang sidang sekira pukul 14.00 Wita.
Para murid pun meminta hakim memvonis bebas Supriyani.
“Kami minta pak hakim tolong bebaskan ibu Supriyani. Kami mau ibu Supriyani mengajar lagi,” ucap para murid saat ditemui di Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito usai sidang, Kamis siang.
Seorang murid kelas 6 SDN 4 Baito, Fidela, mengungkapkan, guru Supriyani selama mengajar tidak pernah memukul murid.
Bahkan sewaktu dirinya, masih Kelas 1 dan 2, tidak pernah dipukuli oleh sang guru meski tidak mengerjakan tugas sekolah.
“Ibu guru Supriyani orang baik, terus ramah. Tidak pernah galak sama kami. Kalau kita punya masalah di kelas selalu ditenangin sama ibu Supriyani,” kata Fidela.
Untuk itu, dia mengaku kaget dan heran sang guru diperkarakan atas tuduhan memukuli salah satu murid di sekolah.
Hal senada disampaikan murid kelas 6, Mesya, yang menyebut guru Supriyani tidak pernah memukul.
Meskipun ada murid bandel atau tidak mengerjakan tugas.
“Malahan ibu guru (Supriyani) bantu selesaikan tugas kalau kitanya belum kerjakan tugas, biar di kelas begitu juga tidak pernah marah kalau menegur,” jelas Mesya.
Pembelaan Setebal 188 Halaman Berjudul ‘Orang Susah Harus Salah’
Dalam sidang pledoi guru Supriyani, kuasa hukum membacakan pembelaan berjudul ‘Orang Susah Harus Salah’ setebal 188 halaman.
Kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan usai persidangan mengungkap dokumen 188 halaman tersebut berisi pembelaan guru Supriyani atas tuduhan.
Tuduhan yang menyeretnya menjadi tersangka, ditahan kejaksaan, hingga terdakwa kasus penganiayaan murid sekolah dasar (SD).
Murid SD negeri tersebut merupakan anak polisi, Aipda WH, yang merupakan Kanit Intelkam Polsek Baito, serta istri NF.
Pembelaan itupun sekaligus menjawab tuntutan lepas JPU dalam sidang penuntutan sebelumnya.
Meski dilepaskan dari segala tuntutan hukum, kata Andri, jaksa dalam tuntutannya masih menganggap guru Supriyani memukul murid.
“Kemarin kan kita bisa dengar JPU bukan menuntut bebas yah, tapi menuntut lepas,” kata Andri usai sidang pledoi.
“Dalam artian katanya ada perbuatan tapi tidak ada mens rea (niat jahat). Jadi di pleidoi tadi kita sudah bahas, bahwa itu aneh. Bagaimana ada perbuatan tetapi tidak ada mens rea,” jelasnya menambahkan.
“Karena perbuatan yang disangkakan terhadap Bu Supriyani katanya kesengajaan melakukan kekerasan,” lanjutnya.
Andri pun menyebut alasan dan pertimbangan jaksa, justru kontradiktif dengan kesimpulan tuntutan.
“Artinya, pada satu sisi dia sudah membuktikan bahwa Supriyani ini sengaja. Kalau sengaja di situ kan berarti ada niat, ada kehendak, ada pengetahuan,” ujarnya.
“Bahwa perbuatannya ini akan menimbulkan misalnya kekerasan atau luka lecet. Tapi pada kesimpulan akhir, dia mengatakan itu tidak ada niat. Jadi ini saling kontradiktif argumennya, yah ambigu,” lanjutnya.
Andri pun menjelaskan jaksa berada dalam posisi dilematis untuk menuntut guru Supriyani.
“Kenapa? Pertama, dia ingin tetap mempertahankan dakwaaannya bahwa ibu Supriyani bersalah, tapi di sisi lain JPU ingin mempertahankan simpatik publik,” katanya.
“Mengesankan bahwa dia juga berpihak pada keadilan, memberikan rasa keadilan kepada guru Supriyani. Jadi kenapa sikap jaksa ambigu seperti itu,” jelasnya.
Andri pun kembali menegaskan perbuatan yang dituduhkan tersebut tidak ada berdasarkan alat-alat bukti dalam persidangan.
“Memang perbuatan itu sebenarnya tidak ada sama sekali. Kita mau buktikan apa perbuatan itu? Semua alat-alat bukti semua sudah kita bahas tadi, kita analisis,” ujarnya.
“Saya membacanya tadi begitu konferhensif, semua sudut tidak ada satu celahpun yang tersisa yang bisa membuktikan bahwa Ibu Supriyani melakukan perbuatan itu,” katanya menambahkan.
Dengan fakta-fakta persidangan itu, dia pun yakin guru Supriyani bisa divonis bebas murni.