Senin, 8 Februari 2021, Ketua Majelis Eko membacakan amar putusan, begini:
“Mengadili, menyatakan terdakwa Dr Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua, dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan ketiga subsider.”
Akhirnya: “Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, dengan ketentuan apabila tidak tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan.”
Tuntutan jaksa cuma empat tahun penjara, divonis hakim sepuluh tahun penjara.
Menanggapi vonis melonjak itu, Pinangki menyatakan, tidak terima. Naik banding.
Senin, 14 Juni 2021, Pengadilan Tinggi Jakarta, melalui web-nya, mengeluarkan putusan begini:
“Menyatakan Terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan KESATU – Subsidiair dan Pencucian Uang.”
Akhirnya: “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 600.000.000.”
Begitulah, atas dasar hukum yang berperikemanusiaan, perikeadilan, hukuman Pinangki empat tahun. Akhirnya dijalani dua tahun plus 25 hari, dia bebas bersyarat.
Jangan Dibanding-bandingkan
Hukuman buat koruptor Indonesia, jangan dibanding-bandingkan dengan negara lain. Apalagi dibandingkan China. Jangan.
Dikutip dari The Guardian, 5 Januari 2021, bertajuk “China Sentences Top Banker to Death for Corruption and Bigamy”, hukuman terhadap bankir Lai Xiaomin (terbukti korupsi) sangat berat.
Lai Xiaomin dituduh menerima suap 1,79 miliar Yuan (276,7 juta dolar AS) selama 10 tahun, periode ketika ia juga bertindak sebagai regulator. Lalu ia diadili di Pengadilan Tianjin, China.
Putusan pengadilan, menyatakan, ia terbukti korupsi tersebut. Juga menggelapkan dana publik 25 juta Yuan.
Vonis hakim: Lai Xiaomin dihukum mati. Atas putusan itu, Lai Xiaomin menerima.
Tidak menunggu lama. Dilansir dari Kantor Berita AFP, 29 Januari 2021, yang mengutip televisi milik negara China, CCTV, Lai Xiaomin dieksekusi mati di luar Kota Tianjin.
Dengan cara, terpidana berlutut, kedua tangan terikat di belakang. Algojo menembak kepala terpidana bagian belakang, dari jarak semeter.
Di China, pada satu dekade lalu, eksekusi mati koruptor dipamerkan di depan publik. Kini, tidak begitu lagi. Dirahasiakan lokasi eksekusi.
Juga, China merahasiakan jumlah koruptor terpidana mati. Mungkin, khawatir dikecam warga dunia. Bagi China, yang penting negaranya makmur, rakyat sejahtera. Karena, uang negara tidak digerogoti koruptor.
Tentu, jangan dibanding-bandingkan. Koruptor Indonesia dengan China. Seperti nyanyian Farel Prayoga:
Wong ko ngene kok dibanding-bandingke… Saing-saingke… yo mesti kalah.
Tidak jelas, siapa yang kalah? Koruptor Indonesia ataukah China? Tergantung dari perspektif yang mana?
**). Penulis adalah Wartawan Senior