Setuju Putri Candrawathi Tak Ditahan, YLBHI Ingatkan Polri Adil dengan Wanita Lainnya

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH -Keputusan Polri tidak menahan tersangka dugaan kasus pembunuhan berencana Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi menuai kritik publik. Terlebih, keputusan itu tak sejalan jika dibandingkan terhadap perempuan lain yang berhadapan dengan hukum.

Walaupun, Polisi telah menyampaikan alasan tidak ditahannya karena tiga pertimbangan yakni kesehatan, kemanusiaan, dan anak bayi di bawah tiga tahun (batita).

ADVERTISEMENTS

Menanggapi pertimbangan tersebut, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, jika keputusan Polri tidak menahan Putri adalah bentuk yang kerap kali diperjuangkan pihaknya dalam kasus- kasus lain.

ADVERTISEMENTS

“Iya tentu pertimbangan tidak menahan itu bagian dari kebijakan yang selama ini juga diperjuangkan masyarakat sipil ya. Apalagi perempuan dengan kondisi punya anak kecil gitu,” Ucap Isnur saay dihubungi merdeka.com, Minggu (4/9).

ADVERTISEMENTS

Namun demikian, Isnur mengatakan, problemnya jika keputusan tersebut menimbulkan pandangan ‘pilih kasih’ ketika banyak kasus perempuan dengan kondisi pertimbangan serupa, diputuskan ditahan penyidik.

ADVERTISEMENTS

“Tetapi problemnya indikatornya tidak jelas jadi ketidakadilan nampak terlihat ketika polisi tidak menahan ibu PC. Tetapi menahan banyak sekali perempuan ibu-ibu di berbagai penjuru Indonesia gitu,” ujarnya.

ADVERTISEMENTS

Oleh karena itu, Isnur mendesak seharusnya Polri memiliki indikator yang jelas dan sama berlaku untuk seluruh wanita yang berhadapan dengan hukum tanpa terkecuali terkait keputusan penahanan.

ADVERTISEMENTS

“Jadi harusnya polisi punya indikator yang sama. Tidak kemudian standar ganda. Kalau masyarakat biasa dia ditahan, lalu kalau PC tidak ditahan atas asas kemanusian itu sangat menonjol perbedannya,” tuturnya.

Alhasil, Isnur mengatakan dengan perlakuan terhadap Putri membuat masyarakat dengan mudah membanding-bandingkan perlakuan Polri terhadap perempuan lain yang bisa dianggap tindakan ‘pilih kasih’.

“Iya, dengan mudah publik kemudian memberikan gambar-gambar perbandingan dengan banyak perempuan lain yang ditahan. Dengan dan tanpa pertimbangan yang sama seperti PC,” tuturnya.

“Seharusnya kan polisi bertindak adil ya, ya kalau mau tidak ditahan ya SOP-nya samakan semuanya dong jangan ada standar ganda,” tambah dia.

Harus Jadi Standar Baru

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Perempuan (Komnas Perempuan) menilai jika tidak ditahannya Putri sebagai perempuan berhadapan hukum (PBH) dengan pertimbangan yang telah disampaikan pihak kepolisian seharusnya berlaku untuk semua wanita.

“Jadi sebenarnya ini bukan keistimewaan, tapi semestinya. Berlaku untuk semua PBH yang sedang maternitas (fungsi seperti hamil, menyusui, dan mengasuh anak),” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah saat dihubungi merdeka.com, Minggu (4/8).

Siti menyampaikan bahwa pihaknya melakukan hal sama kepada para wanita yang berhadapan dengan hukum. Untuk berusaha untuk memberikan perlindungan dan advokasi apabila sedang maternitas.

“Terhadap kasus-kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan untuk PBH yang sedang menjalani maternitas seperti kasus petani perempuan di Jambi, juga di NTT. Kami merekomendasikan untuk tidak dilakukan penahanan berbasis rutan,” ucapnya.

Lantas, Siti menilai mengapa dalam prakteknya kerap kali ada perbedaan dalam proses penahanan. Menurutnya karena tidak adanya mekanisme kontrol untuk proses penahanan, hanya ada pengujian dalam gugatan praperadilan.

“Dalam HAM, penahanan itu harus diuji sah atau tidaknya oleh hakim pendahuluan. Karena KUHAP tidak mengatur juga ada perbedaan pemahaman di kepolisian, maka keberlakuannya berbeda,” ucapnya.

Adapun, Siti juga mengatakan bahwa perbandingan kasus terhadap Putri yang tidak ditahan harus dipahami masih sebagai tersangka dan bukan terpidana yang dimana telah diputus bersalah dan dijatuhi pidana.

Dimana apabila itu telah dijatuhi pidana, setiap perempuan dapat membawa anaknya ke penjara sampai dengan usia 3 tahun. Setelah 3 tahun dipisahkan sampai si ibu menyelesaikan pidananya. Dimana berarti lapas harus menyediakan fasilitas untuk pemenuhan hak-hak anak yang ikut ibunya.

“Saya memahami rasa ketidakadilan publik, tapi kita juga harus melihat aturan hukum dan keterbatasannya,” imbuh dia.

Exit mobile version