Melalui mekanisme tersebut, kita bisa melihat bagaimana sejarah kekhalifahan Islam yang memberi penghargaan kepada para pengajar sejumlah gaji yang menjamin kesejahteraan mereka. Sudah masyhur apa yang Imam ad-Dimasyqi riwayatkan bahwa Umar bin Khaththab membayar guru di Madinah senilai 15 dinar. Raghib as-Sirjani dalam kitab Mādza Qaddama al-Muslimūna li al-‘Ālām menerangkan bahwa pada masa Daulah Abbasiyah, gajinya bahkan bisa mencapai 200 dinar.
Kurikulum pun disusun oleh negara berdasarkan akidah Islam,baik untuk sekolah negara maupun individu rakyat yang ingin mendirikan sekolah. Tak ada beda bagi rakyat miskin atau non muslim, sementara untuk akidah dan ibadah non muslim negara tidak ikut campur. Akses dimudahkan, bahkan gratis. Setiap orang pun berhak menempuh pendidikan setinggi mungkin, tak selalu harus berakhir dengan bekerja.
Sebab perkara pemenuhan kebutuhan pokok lainnya sudah dipenuhi oleh negara. Pendidikan tidak ikut campur kecuali menyediakan para khubara (ahli) untuk berkontribusi kepada negara dan masyarakat. Hanya dengan Islam bangsa ini akan menjadi lebih baik sebagaimana Allah swt berfirman yang artinya, “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan mengimani Allah.”(TQS. Ali Imran 3: 110). Wallahualam bissawab.