Sindir Goenawan Mohamad, Rachland Nashidik: GM Baru “Sedih” Ketika Gibran Akan jadi Cawapres

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Rasa sedih dan kecewa yang diungkapkan sastrawan senior Goenawan Mohamad menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi, tidak berbuah simpati.

Dalam satu tulisan, Goenawan Mohamad mengatakan, kecewa karena Presiden Joko WIdodo yang dia dukung sepenuh hati, nyatanya meniru gaya Soeharto yang memberi perlakukan istimewa pada anak-anaknya.

ADVERTISEMENTS

Keistimewaan yang dimaksudkan Goenawan, adalah putusan MK, yang memperbolehkan capres-cawapres berusia di bawah 40 tahun selama pernah terpilih dalam pemilu dan pilkada.

ADVERTISEMENTS

Dalam posisi ini, Gibran belum genap berusia 40 tahun. Tetapi, dia menjabat Wali Kota Solo, yang membuatnya memenuhi syarat menjadi cawapres, seperti santer diwacanakan sebagian kalangan.

ADVERTISEMENTS

“Saya terhenyak. Saya kecewa dan sedih. Puncaknya hari-hari ini. Dengan tipu muslihat dan dana yang bermiliar-miliar, jalan Gibran untuk jadi wakil presiden disiapkan,” kata Goenawan dalam satu tulisan.

ADVERTISEMENTS

Namun, bukan simpati yang didapat. Tulisan Goenawan itu dibalas dengan rasa heran oleh Wakil Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik.

ADVERTISEMENTS

Kata Rachland, Goenawan terlambat sedih. Karena dia sebagai pendukung selama ini diam ketika pemerintah menerbitkan peraturan yang tak berpihak pada rakyat dan demokrasi.

ADVERTISEMENTS

“GM diam saat rakyat Wadas, Seruyan, Rempang, digilas. Diam ketika KPK pada akhirnya digunting, atau ketika Jokowi dan rezimnya mengesahkan IKN, memaksakan Presidential Threshold 20 persen,” tulis Rachlan di platform media sosial X, Selasa (17/10).

“GM baru ‘sedih’ dan merasa ditipu ketika Gibran didesas-desuskan akan jadi cawapres Prabowo,” imbuhnya.

Bagi Rachland, kesedihan yang diungkapkan Goenawan sudah terlambat. Pasalnya, sedih yang dia ungkapkan adalah akibat dari pembiaran seorang pemuja dari apapun yang dilakukan sosok yang dipuja.

“Padahal itu cuma puncak dari akumulasi kekuasaan Politik yang selama ini dia biarkan,” pungkasnya.

Sumber: Gelora

Exit mobile version