BANDA ACEH – Mantan Menteri Kesehatan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Siti Fadilah menyatakan rakyat Indonesia di lima kota yang disebar nyamuk wolbachia hanya sebagai kelinci percobaan.
Sebab, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebar nyamuk tersebut secara diam-diam dan tidak sosialisasikan terlebih dahulu ke masyarakat.
Apalagi, belum diketahui efek jangka panjang ketika nyamuk wolbachia dan DBD kawin silang menggigit manusia.
Menanggapi pernyataan itu, Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr Ngabila Salama memastikan warga Jakarta Barat bukan sebagai kelinci percobaan.
“Manusia bukan kelinci percobaan, karena saat ini fasenya sudah perluasan best practice inovasi di Yogyakarta untuk enam daerah lainnya,” kata Ngabila, Rabu (29/11/2023).
Menurutnya, wolbachia merupakan nyamuk inovasi yang sangat aman dan baik ketika menggigit manusia.
Sebab, tujuan disebarnya wolbachia untuk menekan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) akibat digigit nyamuk aedes aegepty.
“Sudah ada penelitian dari Kemendikbud independen bukan dari peneliti utama, efek wolbachia jangka panjang bisa diabaikan sangking kecilnya baik untuk manusia, nyamuk, dan lingkungan,” tuturnya.
Oleh karena itu, Ngabila memastikan apa pun berita negatif tentang wolbachia adalah hoaks lantaran sudah bisa dijawab secara ilmiah.
“Implementasi inovasi yang data driven policy itu no debat, karena dasar penelitian yang kuat terpublikasi secara Internasional, ini juga sangat efektif untuk penurunan kasus, perawatan DBD di RS dan fogging 80-90 persen,” terangnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI menjadi pilot project penanganan Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan menyebar nyamuk wolnachia di wilayah Jakarta Barat beberapa waktu lalu.
Nyamuk ini bisa membunuh nyamuk DBD, sehingga tidak bisa bisa menyebarkan penyakit mematikan tersebut.
Kemudian, ketika terjadi perwakinan silang antara kedua nyamuk tersebut, maka akan menghasilkan nyamuk wolbachia.
Ngabila menjelaskan, nyamuk wolbachia sudah diteliti oleh Universitas Gadja Mada sejak tahun 2011.
“Betul sudah diteliti oleh UGM sejak 2011 dengan bukti publikasi ilmiah internasional yang ada 80 sampai 90 persen menurunkan angka kasus, perawatan RS,” katanya, Sabtu (25/11/2023).
Sebelumnya, Siti Fadilah mengungkap program penyebaran nyamuk wolbachia di Indonesia.
Hal tersebut ia sampaikan pada unggahan video di channel YouTube miliknya.
“Waktu itu saya tiba-tiba didatangi para ahli-ahli nyamuk, ahli lingkungan dan mereka tidak terima dengan penyebaran nyamuk tersebut, mereka bertanya apakah itu nyamuk aedes aegypti yang direkayasa genetika itu berasal dari tempat kita, kayaknya iya,” tuturnya.
“Karena pada tahun 2011 lalu ada seorang yang sangat terkenal di dunia , villa tropis yang terkenal di dunia bertamu di Jogja dan berburu nyamuk, setelah itu nyamuk dibawa ke Kolombia dan mereka membuat suatu peternakan nyamuk di Kolombia. Nah dari sana itulah yang dilakukan penelitian dengan para ahli di Gadjah Mada,” lanjutnya.
Siti Fadilah juga menjelaskan jika nyamuk wolbachia sudah direkayasa genetika, sehingga tidak akan bisa lagi membawa virus demam berdarah.
“Klaim mereka jika nyamuk aedes aegypti sudah direkayasa genetika dan disuntikkan wolbachia, artinya sudah tidak bisa lagi membawa virus demam berdarah dan tidak bisa membawa virus zika,” ucapnya.
Menurut Siti Fadilah, program tersebut justru menuai protes dari kalangan ahli terkait dengan efek jangka panjang apa yang akan ditimbulkan nanti.
“Para ahli lingkungan, ekologi, virus, dan ahli nyamuk pada protes pada saya, ibu apakah sudah tahu efek jangka panjangnya, tapi saya jawab belum,” ucapnya.
“Karena setiap penelitian dengan nyenggol-nyenggol genetik itu errornya tidak bisa kita ketahui sekarang juga, baru bisa kita ketahui antara dua dan 10 tahun yang akan datang,” katanya lagi.
Sedangkan para ahli ekologi juga memiliki kekhawatiran besar terkait dampak dari program nyamuk wolbachia tersebut.
“Kemudian yang ahli ekologi mengatakan bahwa nyamuk adalah bagian daripada perantaian ekologi yang sudah berlangsung di dunia ini, dan biasanya Tuhan menciptakan itu seimbang,” ucapnya.
“Kenapa sekarang nyamuk itu akan dimusnahkan dengan cara seperti itu dan direkayasa genetika seperti itu, justru para ekolog takut banget jika itu akan berakibat fatal pada tahun-tahun berikutnya nanti,” imbuhnya lagi.
Siti Fadilah sendiri mengaku tidak tahu efek dari penyebaran nyamuk wolbachia ini akan seperti apa nantinya.
“Saya tidak mengerti bagaimana efek yang sebetulnya akan terjadi, tapi yang jelas kalau menurut data penelitian itu akan menurunkan angka kematian atau angka kesakitan dari demam berdarah, cikungunya, maupun zika,” ucapnya.
“Tetapi nampaknya belum ada hasil penelitian lainnya yang diekspos tentang akibat ekologi, akibat jangka panjang karena adanya gen drive, karena perubahan ekologi di sekitar kita nah itu belum ada,” tandas Siti.