BANDA ACEH – Perwira Polri Inspektur Dua (Ipda) Rudy Soik dijatuhkan sanksi kode etik dari institusinya diduga akibat mengungkap mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di NTT.
Komisi III DPR RI meminta kejelasan dari Polri terkait kasus ini demi keadilan agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.
“Permasalahan ini perlu menjadi perhatian karena terlalu kental dengan nuansa manipulasi,” kata Anggota Komisi III Gilang Dhielafararez kepada wartawan, Jumat (6/9).
Permasalahan ini bermula dari terbongkarnya dugaan seorang polisi yang berpangkat Bripka terlibat mafia BBM jenis solar yang dibawa ke wilayah Perbatasan RI-RDTL (Republik Demokratik Timor Leste) untuk kepentingan proyek APBN. BBM bersubsidi yang diselundupkan ke Timor Leste ini hasil dari penimbunan para pengepul yang dibacking oknum polisi di NTT.
Gilang meminta kasus itu diusut secara transparan, apalagi ada dugaan pertikaian terkait masalah yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat.
“Patut diduga apa yang disampaikan Rudy Soik terkait pembunuhan karakter untuk dirinya benar. Karena alasan pemberian sanksi menurut saya terlalu mengada-ada, karena ada jajaran anggota Polri lainnya di tempat makan karaoke itu,” ungkapnya.
Ia memastikan, akan ikut mengawal permasalahan ini mengingat Polri merupakan mitra Komisi III DPR.
“Secara akal sehat, kita bisa melihat ada upaya penjegalan terhadap saudara Rudy Soik yang sedang menjalankan tugasnya dalam mengusut jaringan mafia BBM bersubsidi,” pungkas Gilang.