SYL Minta Jokowi-Maruf Amin, JK dan Airlangga Hadir di Sidangnya, Surya Paloh Tidak Dicolek?

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) berharap Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin hadir di persidangannya.

SYL bahkan telah berkirim surat ke Jokowi dan Maruf Amin agar bersedia jadi saksi meringankan atau saksi a de charge di kasus yang menjeratnya.

ADVERTISEMENTS

Tak hanya itu, SYL juga bersurat ke eks Wapres Jusuf Kalla dan Menko Perekonomian Airlangga Hartaro.

ADVERTISEMENTS

Tujuannya sama, minta keduanya hadir di Pengadilan Tipikor jadi saksi meringankan.

ADVERTISEMENTS

Namun SYL tidak berkirim surat ke Ketua Umum NasDem, Surya Palon minta jadi saksi meringankan padahal SYL berasal dari NasDem.

ADVERTISEMENTS

Tidak diketahui alasan SYL tidak minta bantuan Surya Paloh di kasusnya.

ADVERTISEMENTS

Jauh sebelum itu, Surya Paloh pernah bereaksi atas kelakuan SYL yang menggunakan uang Kementan untuk kebutuhan pribadi hingga keluarganya.

ADVERTISEMENTS

Diketahui fakta tabiat buruk SYL itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan gratifikasi Eks Mentan SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/4/2024).

Surya Paloh mengaku benar-benar tak mengetahui soal SYL menggunakan yang Kementan untuk keperluan pribadi tersebut.

Bahkan Surya Paloh merasa sedih mendengar fakta mantan Sekjennya harus menggunakan uang Kementan demi keperluan keluarganya.

Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni juga menyampaikan bahwa Surya Paloh capek melihat pemberitaan tentang kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat kader Nasdem yang juga Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL)

Hal itu dikemukakan Ahmad Sahroni saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan SYL di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

SYL Minta Presiden, Wapres hingga Menteri Jadi Saksi Meringankan di Persidangannya

Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyurati Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi itu meminta orang nomor satu di Indonesia tersebut menjadi saksi a de charge atau meringankan.

Selain Jokowi, pihak SYL juga menyurati Wakil Presiden Wapres Maruf Amin hingga Jusuf Kalla (JK) untuk menjadi saksi.

“Secara resmi kami juga sudah bersurat ke Bapak Presiden kemudian ke Bapak Wapres, Menko Perekonomian (Airlangga Hartato), dan juga Pak JK yang kami pikir mereka kan kenal ke Pak SYL, apalagi Pak SYL kan pembantu dari pada Presiden,” ucap pengacara SYL, Djamaluddin Koedoeboen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024).

Djamaluddin menyatakan, kasus yang menjerat kliennya mulai terkuak saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Dalam persidangan, terkuak didapati diskresi perihal kondisi tertentu saat Covid-19 melanda.

“Kita lihat di persidangan itu bahwa ada hak diskresi dari presiden maupun menteri terkait dengan keadaan tertentu,” katanya.

“Untuk itu lah kita berharap sekali Bapak Presiden sebagai penanggung jawab tertinggi di negara ini dan karena Pak SYL salah satu dari pembantu beliau dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat terus menjaga pangan nasional,” katanya.

Surya Paloh Capek Lihat Berita Kasus Pemerasan dan Gratifikasi SYL

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh capek melihat pemberitaan tentang kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat kader Nasdem yang juga Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL)

Hal itu dikemukakan Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan SYL di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

Pernyataan Sahroni itu bermula ketika Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh bertanya pada dirinya apakah pernah diadakan rapat di internal partai NasDem setelah SYL ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seperti diketahui SYL yang merupakan mantan Sekjen Partai NasDem itu telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Kementan Muhammad Hatta oleh KPK pada 13 Oktober 2023 lalu dengan sangkaan pemerasan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Apakah pernah dirapatkan setelah beliau jadi tersangka dan ini viral dimana-mana, kan nama baik NasDem terbawa kemana-mana, apakah pernah dipanggil Ketua Partai dan membicarakan masalah itu?”tanya Hakim.

“Siap Yang Mulia, Ketua Umum (NasDem Surya Paloh) sudah capek Yang Mulia,” kata Sahroni di ruang sidang.

Ketika ditegaskan kembali oleh Hakim, Sahroni menyebut bahwa Surya Paloh sudah capek melihat pemberitaan yang membahas kasus SYL.

“Iya?” tanya Hakim memastikan.

“Sudah capek, capek melihat beritanya (kasus SYL) Yang Mulia,” ungkap Sahroni.

Surya Paloh Tak Tahu SYL Pakai Duit Kementan demi Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayari Jika Diminta

Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem, Surya Paloh buka suara terkait terungkapnya fakta bahwa mantan Sekjen NasDem, Syahrul Yasin Limpo (SYL) menggunakan uang Kementerian Pertanian (Kementan) untuk keperluan pribadi dan keluarganya.

Diketahui fakta itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan gratifikasi Eks Mentan SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/4/2024).

Sebgai Ketum NasDem, Paloh mengaku benar-benar tak mengetahui soal SYL menggunakan yang Kementan untuk keperluan pribadi tersebut.

Bahkan Paloh merasa sedih mendengar fakta mantan Sekjennya harus menggunakan uang Kementan demi keperluan keluarganya.

“Saya enggak tahu betul-betul itu. Dan itu, saya sedih saja kalau ada hal-hal seperti itu,” kata Paloh mengutip Kompas.com, Kamis (2/5/2024).

Lebih lanjut Paloh menyebut dirinya masih mampu membayar kebutuhan pribadi dan keluarga SYL jika memang diminta.

“Saya sendiri masih mampu untuk bayar-bayar begitu kalau memang diminta. Sayang saja, kalau ada,” ungkap Paloh.

Kasus SYL Jadi Pembelajaran

Paloh berharap kasus yang menjerat SYL ini bisa menjadi pembelajaran untuk semua pihak.

Pihaknya juga ingin asas praduga tak bersalah juga dijunjung tinggi dalam kasus ini.

“Selalu saya katakan asas praduga tak bersalah. Saya enggak tahu apa di balik itu dan sebagainya.”

“Mudah-mudahan ini jadi pembelajaran yang bagus,” imbuh Paloh.

Kasus SYL

Seperti diketahui dalam perkara ini SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.

Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.

“Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044,” kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.

Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.

Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.

“Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa,” kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:

Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua:

Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga:

Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Exit mobile version