BANDA ACEH – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Badan Narkotika Nasiolan (BNN) berinisal AF diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri sahnya, Yuliyanti Anggraini (29).
Yuliyanti dianiaya dan diancam akan dibunuh dengan pisau di depan ketiga anaknya. Aksi kekerasan anggota BNN itu terekam CCTV rumah hingga viral di media sosial.
“Tujuan saya datang ke PPA untuk menanyakan kasus saya, dimana yang sudah saya naikan di bulan April 2023, yang sampai detik ini belum ada kejelasan,” katanya saat mendatangi unit PPA Polres Metro Bekasi Kota, Selasa (02/01/24).
Yuliyati menjelaskan, KDRT yang dialaminya terjadi setiap tahun. Terparah, kata dia, terjadi pada tahun 2023, dimana dia diancam menggunakan senjata tajam di depan ketiga anaknya.
“Dia mendorong saya ke meja makan, kemudian dia mengambil pisau mencoba membunuh saya, disitu ada 3 anak saya. Saya sangat trauma dan sekarang anak saya sama suami,” jelasnya. Yuliyanti menceritakan, KDRT telah dialaminya sejak tahun 2020 lalu.
Ketika Yulianti baru melahirkan anak ketiganya, dia diusir oleh suami tanpa alasan yang jelas. “Jadi saya melahirkan di tanggal 1 April 2020. Saya tepatnya di tanggal 11 Juni 2020, saya di usir oleh suami di rumah kediaman saya yang dibangun setelah melahirkan anak ke 2.
Setelah diusir saya melapor ke BNN atas kasus penelantaran anak,” terangnya. Setelah kejadian pengusiran itu, Yuliyanti menyampaikan bahwa ia sempat dimediasi oleh pihak BNN, sehingga ia kembali rujuk dengan suaminya yang berstatus sebagai ASN itu.
Namun beberapa waktu setelah rujuk, suaminya kembali melakukan KDRT kepadanya hingga pada bulan Agustus 2021 Yulianti melaporkan suaminya ke Unit PPA Polres Metro Bekasi Kota.
“Awal mulai laporan itu tepatnya bulan Agustus 2021, kemudian sempat saya hold dimana saya saat itu melakukan Tajaduni (pembaharuan) nikah lagi dengan suami. Ternyata setelah laporan saya hold, (suami) melakukan KDRT berulang, setelah lapor ke polres tahun 2021 (saya hold),” ungkapnya.
Atas pertimbangan anak-anaknya, Yuliyanti mengaku memberikan kesempatan kedua kepada bapak dari ketiga anaknya agar merubah sikap dan prilakunya. Namun, pada tahun 2022 Yuliyanti kembali mendapatkan KDRT hingga ia kembali menghubungi penyidik unit PPA untuk melanjutkan perkara yang sempat berhenti.
“Sampai saya gak kuat, saya mendapatkan KDRT yang berulang-ulang di tahun 2022 sama tahun 2023, akhirnya di bulan Maret 2023 saya kontak penyidik buat dinaikan kasusnya lagi,” ujarnya.
Sampai saat ini, tutur Yuliyanti, belum ada kejelasan dari kasus KDRT yang dilaporkannya ke Unit PPA Polres Metro Bekasi Kota.
Dia berharap pihak kepolisian dapat mengusut kasus tersebut dan mengamankan pelaku KDRT. “Informasi terakhir itu dari tim penyidik mau memeriksa dokter yang melakukan visum, dan belum ditetapkan tersangka,” tutupnya