BANDA ACEH – Kabinet Keluarga Mahasiwa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) telah melakukan audiensi dengan Direktur Pendidikan ITB Dr.Techn.Ir. Arief Hariyanto terkait isu wajib kerja paruh waktu untuk mahasiswa penerima keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT).Polemik ini dilatarbelakangi karena Dirdik ITB tidak menyosialisasikan terlebih dahulu, sebelum mengeluarkan kebijakan terhadap mahasiswa penerima keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk wajib kerja paruh waktu.
Melalui audiensi tersebut, Ketua Kabinet KM ITB Fidela mengungkap bahwa Dirdik menganggap memiliki hak dari pimpinan untuk mengeluarkan kebijakan tanpa melibatkan mahasiswa.
Arief bahkan mengakui ada kekurangan pada proses penyampaian informasi kebijakan ini kepada mahasiswa.
Terlebih, sekitar 5.500 mahasiswa ITB telah mendapatkan surel (email) terkait kewajiban kerja paruh waktu sebagai bentuk timbal balik dari program beasiswa UKT.
“Surel tersebut dikirimkan dengan inisiatif secara sengaja untuk memancing diskusi oleh berbagai pihak, dengan antisipasi bahwa akan ada gelombang penolakan dari berbagai pihak,” terang Fidela Marwa Huwaida pada keterangan resmi di Bandung, 25 September 2024.
Pasalnya, mahasiswa yang menolak untuk bekerja paruh waktu akan dievaluasi atau diputus beasiswa keringanan UKT-nya pada semester berikutnya.
Parahnya lagi, mahasiswa yang menjalankan kerja paruh waktu ini tidak mendapatkan perjanjian kerja ataupun upah karena dianggap sebagai timbal balik atau rasa terima kasih kepada almamater yang memberikan keringanan biaya UKT.
“Pihak pimpinan ITB menolak untuk memberikan surat perjanjian kerja karena merasa kebijakan timbal balik merupakan moral diri mahasiswa ITB yang telah dibantu oleh ITB,” sebut Fidela.
“Dirdik ITB menganggap bahwa kerja paruh waktu dianggap sebagai kontribusi, bukan eksploitasi, dan tidak akan diberi upah sebagai tanda terima kasih ke ITB,” tambahnya.
Dengan adanya program kerja paruh waktu ini, Dirdik ITB menilai mahasiswa akan lebih menghargai bantuan dari ITB dan tidak berpikir seperti penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang menurutnya memiliki tingkatan yang lebih rendah.
“ITB menginginkan agar mahasiswa ITB lebih setara,” tandasnya.
Kekhawatiran mengenai isu ini meningkat karena disebut bersifat wajib.
Hal ini berbanding terbalik dengan surel dan formulir yang perlu diisi mahasiwa dengan ancaman evaluasi beasiswa tersebut.
Formulir yang dikirimkan terkait kewajiban kerja paruh waktu untuk penerima beasiswa UKT diklaim sebagai kegiatan opsional yang dilakukan oleh mahasiswa untuk membantu sistem pengajaran maupun layanan di ITB.
Namun, hingga saat ini belum ada jaminan bahwa tidak ada pencabutan hak pengurangan UKT bagi yang tidak bekerja paruh waktu.
Adapun saat ini status kebijakan tersebut masih dalam kondisi ditunda oleh pimpinan ITB mengingat kondisi keberterimaannya oleh seluruh pihak.