Jumat, 15/11/2024 - 15:42 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LINGKUNGAN

Wajah Perhutanan Sosial di Aceh

“Lebah-lebah itu enggak perlu kita rawat, bisa pun cari makan sendiri,” ujar Nisdalina.

Perlahan mereka mulai bisa menikmati panen madu dari setup yang dibuat. Masa panen yang berbeda-beda menguntungkan nisdalina dan suaminya, jika beberapa setup sudah penuh mereka langsung menjualnya. Setiap setup menghasilkan jumlah madu yang berbeda, ada yang 1/4kg, 1kg, kadang juga 2kg. Pernah sekali waktu ia mengirim 23 botol madu ke Banda Aceh, saat itu Nisdalina masih menjualnya dalam botol bekas sirup pohon pinang ukuran 520ml. Per botol diberi harga 150 ribu. Di masa panen itu lah biaya sekolah per bulan kedua anaknya bisa terpenuhi.

Efendi dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) sedang memeriksa kandang lebah. FOTO/HAI/Fendra Tryshanie. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Namun bulan-bulan madu itu kemudian berubah. Kebun mereka yang terletak di dalam hutan, menyediakan puluhan setup madu penuh isi ternyata menggiurkan bagi satwa bernama serupa, beruang madu. Serangan beruang madu di malam hari awal 2015 silam menyisakan hanya 15 setup dari total lima puluh setup yang dipasang. Mereka terpaksa gali-tutup lobang lagi sebab harus memperbaiki setup-setup yang rusak.

“Terpaksa ngutang lagi sama toke-toke kopi tu, nanti kalau udah panen bayar,” kenangnya sambil tertawa.

Karena serangan beruang itu juga mereka memindahkan beberapa setup ke kebun belakang rumah. Niatnya supaya tidak dirusak beruang lagi. Namun dari pintu dapurnya pun gunung yang terletak di belakang rumah sebenarnya terlihat. Lagi-lagi beruang turun merusak setup milik mereka.

Untuk menangkal serangan beruang, Nisdalina, suaminya dan beberapa warga lain yang memiliki setup madu masih belum menemukan solusi.

Tahun 2018, Desa Balee Redelong mendapat izin mengelola hutan dari surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan no. SK. 8802/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2018 dengan skema hutan desa. Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Bale Redelong mendapatkan hak kelola hutan desa seluas 823 hektar.

Tahun itu juga Nisdalina baru tahu bahwa kebun yang dibelinya tujuh belas tahun lalu itu sebagiannya masuk ke dalam kawasan hutan lindung. Sementara sebagian lainnya adalah kawasan Areal Penggunaan Lain (APL). Nisdalina khawatir mengingat kebun kopinya itu sewaktu-waktu diambil negara.

Sebagai desa yang telah memiliki izin mengelola hutan untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakatnya, masyarakat Balee Redelong yang bergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) mendapat bimbingan dari lembaga non-pemerintah. Mereka awalnya didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh kemudian berganti didampingi oleh World Resources Institute (WRI).

“Ibu baru paham saat ada pertemuan dengan pendamping, ternyata kebun itu masih tetap bisa dikelola. Walaupun ya ada syaratnya, harus dijaga,” ia tidak keberatan dengan itu.

Baru lah ia mengerti kalau kebunnya yang terletak di hutan tersebut, meski tidak sepenuhnya ia miliki namun sudah mengantongi izin untuk dikelola masyarakat hingga 35 tahun kemudian. Dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan lembaga pendamping, para pemilik kebun diingatkan kembali untuk menanam pohon alpukat dan lamtoro supaya fungsi hutannya tetap terjaga.

Ia berharap kebunnya itu tetap bisa digarap anak cucunya kelak. Perkara izin mengelola ia mengaku tidak paham betul, hanya saja dia kini tahu kebunnya tidak bisa diperjualbelikan lagi.

“Orang di kantor desa bilang, boleh dipakai tapi jangan melanggar aturan, jangan dijual. Atau izinnya nanti dicabut,” ujarnya.

Pun ia dan keluarga bergantung hidup dari hasil kebun mereka yang letakknya di hutan itu.

“Lebah pun kan lebih mudah hidupnya di hutan, makananannya banyak di sana,” tukasnya.

Namun perkara konflik peternak lebah dengan beruang madu, masyarakat masih belum menemukan jalan keluar.

Nisdalina ingat bulan Mei lalu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengirim tim ke Balee Redelong untuk memasang kandang jerat beruang madu. Usai pemantauan selama lima hari hasilnya nihil, tak ada satu beruang pun masuk kandang.

Peran Masyarakat, Jauh Sebelum Negara

Hari itu hari ke sekian kalinya di tahun 2009 Sumini membiarkan Suaminya, Sujito mencuci bajunya sendiri. “Bapak cuci sendiri ya baju yang dari gunung,” ujarnya ketus sebab sudah hapal betul setiap suaminya itu turun dari gunung tak ada satu barang pun yang bisa diuangkan.

1 2 3 4 5 6 7

Reaksi & Komentar

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ البقرة [189] Listen
They ask you, [O Muhammad], about the new moons. Say, "They are measurements of time for the people and for Hajj." And it is not righteousness to enter houses from the back, but righteousness is [in] one who fears Allah. And enter houses from their doors. And fear Allah that you may succeed. Al-Baqarah ( The Cow ) [189] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi