BANDA ACEH – Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat secara resmi menunda sidang gugatan terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Salah satu alasannya adalah jaksa pengacara negara yang menjadi wakil Jokowi belum menyerahkan surat kuasa khusus ke majelis hakim.
“Untuk tergugat I [Presiden Jokowi] secara hukum kami menyatakan belum hadir karena belum ada surat kuasa. Nanti akan kami panggil lagi. Untuk tergugat lain II, III, dan IV sudah ada surat kuasanya tapi masih harus dilengkapi,” ujar ketua majelis hakim di PN Jakarta Pusat, Selasa (18/10).
Sidang diagendakan kembali pada 31 Oktober pukul 10.00 WIB. Adapun gugatan ijazah palsu Jokowi ini dilayangkan oleh Bambang Tri Mulyono (penulis buku Jokowi Under Cover).
Bambang sendiri tidak menghadiri sidang lantaran sedang ditahan Bareskrim Polri atas kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama.
Pihak tergugat yaitu Presiden Jokowi (tergugat I), Komisi Pemilihan Umum/KPU (tergugat II), Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR (tergugat III), dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi/Kemenristekdikti (tergugat IV).
Jaksa pengacara negara yang mewakili Jokowi sudah hadir di muka persidangan, tetapi belum membawa surat kuasa sehingga secara hukum dianggap belum hadir.
Sedangkan kuasa hukum tiga tergugat lainnya sudah hadir dengan surat kuasa meskipun belum lengkap.
“Jadi, untuk persidangan hari ini pihak penggugat hadir, pihak tergugat II, III, dan IV hadir. Nanti tergugat I akan kami panggil kembali secara resmi,” ucap hakim.
Gugatan Bambang telah terdaftar dengan nomor perkara: 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum.
Dalam petitumnya, Bambang ingin PN Jakarta Pusat menyatakan Jokowi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berupa membuat keterangan yang tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu berupa ijazah (bukti kelulusan) Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) atas nama Joko Widodo.
PN Jakarta Pusat juga diminta menyatakan Jokowi telah melakukan PMH berupa menyerahkan dokumen ijazah yang berisi keterangan yang tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu sebagai kelengkapan syarat pencalonannya untuk memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf r Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2018 untuk digunakan dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024.