WNA Diduga Mata-mata Ditangkap di Nunukan, Pemerintah Didesak Usut Tuntas

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Langkah Satgas Marinir Ambalat XXVIII TNI AL BKO Guspurla Koarmada II mengamankan enam orang yang diduga melakukan praktik spionase di kawasan Sebatik Utara, Nunukan, Kalimantan Utara, patut diapresiasi.

Demikian disampaikan pengamat intelijen dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi. Ia berpendapat, penangkapan 6 orang itu menunjukkan tingginya kepedulian dan kewaspadaan dari para personel yang bertugas di lapangan.

ADVERTISEMENTS

Menurut Khairul Fahmi, pengelolaan keamanan perbatasan di Indonesia masih memiliki banyak persoalan. Beberapa hal penting yang disorot Khairul Fahmi, diantaranya: regulasi dan minimnya sarana prasarana.

ADVERTISEMENTS

Namun demikian, tambah khairul,  integritas dan langkah koordinatif para personel Satgas telah menunjukkan bagaimana semestinya prosedur-prosedur ditegakkan.

ADVERTISEMENTS

“Egosektoral dapat dihindari dan sinergitas dalam pengelolaan keamanan perbatasan berjalan baik,” demikian penjelasan Khairul Fahmi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat malam (22/7).

ADVERTISEMENTS

Analisa Khairul Fahmi, praktik kejahatan dan perbuatan melawan hukum di kawasan perbatasan maupun lintas batas negara selalu potensial terjadi, termasuk yang berkaitan kedaulatan dan keamanan negara.

ADVERTISEMENTS

Terlebih, kata Khairul Fahmi, tidak mudah untuk bisa menjangkau semua titik dan celah rawan mengingat perbatasan darat maupun garis pantai kita yang sangat panjang.

ADVERTISEMENTS

Atas dasar itu, Khairul menyarankan langkah sigap Satgas Marinir Ambalat XXVIII patut diteladani. Bagi Khairul, baik TNI AL maupun TNI secara umum perlu terus menekankan pada jajaran agar selalu menjaga kedisiplinan, integritas, sikap tanggap dan kewaspadaan tinggi terhadap potensi-potensi ancaman dan gangguan keamanan.

Ia juga mengusulkan agar diatur tentang penugasan personel di perbatasan. Salah satu hal penting, tambah Khairul proses penugasan di lapangan jangan sampai terlalu lama.

“Agar potensi depresi serta menurunnya kedisiplinan, integritas dan kewaspadaan dapat diminimalisir,” tandas Khairul Fahmi.

Terkait dengan penangkapan 6 orang yang diduga melakukan spionase, Khairul Fahmi mendesak pemerintah melakukan langkah lanjutan. Salah satu langkah strategisnya, memerintahkan aparat penegak hukum untuk mengungkap dan mendalami dugaan praktik spionase yang dilakukan oleh tiga WNI dan tiga WNA itu secara seksama.

Dalam bacaan Khairul Fahmi, pengumpulan data dan informasi strategis secara tidak sah merupakan potensi ancaman terhadap kedaulatan dan keamanan negara.

“Terakhir, kasus ini juga menunjukkan pentingnya pemerintah melakukan berbagai agenda. Di antaranya, peningkatan kapasitas intelijen, optimalisasi pemanfaatan teknologi deteksi, pemantauan dan pengawasan, maupun sarana dan prasarana penunjang pengamanan perbatasan terutama di laut dan pesisir,” pungkas Khairul Fahmi.

Exit mobile version