Aceh Tengah- World Resources Institute (WRI) Indonesia menggelar program “Muda Melangkah” untuk 19 anggota perhutanan sosial dari tiga kabupaten kota di Provinsi Aceh. Pengelolaan perhutanan sosial yang berkelanjutan bukan hanya untuk konservasi lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan warga.
Program “Muda Melangkah” bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kelompok perhutanan sosial terhadap isu gender, demokrasi, perubahan iklim, kepemimpinan muda, hingga advokasi melalui jurnalisme warga.
Pelatihan digelar pada 14 hingga 17 November 2022 di Parkside Gayo Petro Hotel, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Peserta merupakan anggota kelompok Perhutanan Sosial (PS) HKm Alue Simantok, LPHD Bale Redelong, dan HKm Tuah Sejati (Aceh Besar) dan perwakilan dari kawasan yang sedang menunggu pengesahan PS yakni KTH Meuseuraya (Bireuen) dan Kampung Bukit Mulie (Bener Meriah).
Senior Manager Riset, Data, dan Inovasi WRI Indonesia, Dean Y. Affandi, mengatakan melalui skema perhutanan sosial kelompok warga diberi kesempatan untuk terlibat mengelola kawasan hutan, tetapi tanpa mengubah fungsi. Ia mengatakan melalui perhutanan sosial warga dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian hutan.
Dean menuturkan sebuah izin perhutanan berlaku hingga 35 tahun. Panjangnya durasi waktu pengelolaan membuka peluang bagi warga untuk merancang program berkelanjutan dan melibatkan lintas kelompok warga, salah satunya pemuda.
“Status izin PS (perhutanan sosial) diberikan selama 35 tahun, hampir mustahil tidak melibatkan anak muda dalam pengelolaannya,” ujar Dean.
Para peserta pelatihan “Muda Melangkah” diajak berkunjung ke Kampung Bale Redelong, Kecamatan Bukit, Bener Meriah untuk melihat aktivitas perhutanan sosial di sana. Lembaga Pengelola Hutan Desa Bale Redelong memiliki kelompok usaha budidaya madu dan pertanian kopi.
South Sumatra and Aceh Senior Program Lead WRI Indonesia Jasnari menuturkan peserta yang telah dilatih diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mengelola perhutanan sosial dan menyusun aksi penyelamatan lingkungan.
“Kami juga akan terus mendampingi para anggota KUPS agar dapat memaksimalkan perizinan yang telah dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Jasnari.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Abdul Hanan menuturkan program di perhutanan sosial berorientasi pada penyelamatan hutan dan peningkatan kesejahteraan warga. Melalui skema perhutanan sosial, negara memberikan ruang bagi warga untuk terlibat mengelola hutan untuk peningkatan ekonomi, tetapi tetap menjaga kelestarian hutan.
Hanan mengatakan pengelolaan hutan bukan hanya menanam pohon untuk kepentingan penghijauan, tetapi harus bisa memberikan nilai tambah bagi warga. Oleh karena itu jenis tanaman yang ditanam harus memiliki fungsi konservasi dan ekonomi, seperti tanaman jengkol, alpukat, atau program budidaya madu, serta wisata alam.
“Pendekataan bukan hanya penghijauan, harus ada nilai tambah bagi warga di kawasan hutan,” kata Hanan.
Dalam kesempatan itu Hanan mengajak pemuda memanfaatkan kesempatan mengelola kawasan hutan untuk ekonomi berkelanjutan dan berorientasi pada pelestarian hutan. Dalam kata lain semakin lestari hutan semakin sejahtera warganya.
Pada hari pertama “Muda Melangkah” peserta dibahani topik tentang pengelolaan perhutanan sosial pasca izin diisi oleh Crisna Akbar dari Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh. Sedangkan materi memperkuat kontribusi anak muda dalam pengelolaan perhutanan sosial diisi oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin.
Dalam program “Muda Melangkah” para peserta juga dilatih jurnalisme warga. Kemampuan menuliskan laporan singkat pendekatan jurnalistik diharapkan kampanye perhutanan sosial masif di media sosial dan media mainstream.
Pelatihan jurnalisme warga diisi oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh. Pendiri FJL Aceh sekaligus ahli pers, Adi Warsidi menuturkan jurnalisme warga dapat menjadi jembatan bagi warga untuk mengkampanyekan aktivitas perhutanan sosial ke publik.
Peserta dilatih cara menulis laporan pendek, cara memotret dan membuat video menggunakan gawai. “Minimal peserta dapat membuat laporan secara baik terkait kegiatan di kelompok perhutanan sosial mereka masing-masing,” kata Adi.
Pasca pelatihan jurnalisme warga, peserta tetap akan dibimbing oleh FJL Aceh hingga dapat memproduksi karya yang berkualitas. Pada akhir Desember 2022 karya para jurnalisme warga akan diluncurkan dalam bentuk buku elektronik.