BANDA ACEH – Zainal menjadi terdakwa karena membuat surat perjanjian utang palsu dengan jaminan sertifikat tanah. Surat itu dipakai untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Surabaya seolah-olah utang tidak dibayar dan dia berhak atas tanah yang sertifikatnya dijaminkan. Gugatan Zainal dikabulkan. Juru sita pengadilan sempat akan mengeksekusi tanah yang sebenarnya sudah menjadi milik orang lain.
Jaksa penuntut umum Diah Ratri Hapsari dalam dakwaannya menyatakan, surat perjanjian utang buatan Zainal itu menyatakan bahwa dirinya sebagai ketua Koperasi Assyadziliyah, Surabaya, menyerahkan dana kopontren sebesar Rp 684 juta sebagai pinjaman kepada Soebiantoro pada 1996. Dalam surat itu juga disebutkan, Soebiantoro menjaminkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas tanah di Jalan Prapanca.
Di surat itu ada tanda tangan Zainal sebagai penerima perjanjian dan Soebiantoro sebagai pemberi perjanjian. Isinya menyatakan bahwa Soebiantoro akan melunasi utang tersebut dalam tempo setahun. Jika tidak dilunasi, tanah yang dijadikan jaminan menjadi hak Zainal. Jaksa Diah dalam dakwaannya menganggap surat perjanjian utang itu tidak masuk akal.
”Pada kenyataannya, Soebiantoro yang seolah-olah menandatangani surat perjanjian utang tersebut telah meninggal dunia pada 22 Januari 1989 sesuai kutipan akta kematian yang dikeluarkan Dispendukcapil Jember,” katanya.
Selain itu, juga dibuktikan dengan penetapan Pengadilan Agama Surabaya pada 1990 mengenai penetapan ahli waris Soebiantoro yang telah meninggal pada 1989.
Surat itu dijadikan Zainal sebagai bukti untuk menggugat Soebiantoro di Pengadilan Negeri Surabaya. Tidak ada perlawanan dari pihak Soebiantoro. Majelis hakim mengabulkan gugatan Zainal dengan verstek. Juru sita pengadilan lantas melakukan eksekusi terhadap tanah di Jalan Prapanca.
Tanah seluas 448 meter persegi itu ternyata sudah menjadi milik Ferry Widargo. Ferry membeli tanah itu dari ahli waris Soebiantoro. Dia sudah memiliki sertifikat hak milik terhadap tanah tersebut. Ferry dirugikan Rp 3,5 miliar dari nilai tanah itu.
Pengacara terdakwa Zainal, Ronald Ferdinand Purbo Siboro, menyatakan bahwa Zainal tidak pernah memalsukan surat perjanjian utang tersebut. Dia juga mengatakan, memang ada utang piutang antara Zainal sebagai ketua koperasi dan Soebiantoro.
”Berdasarkan perkara perdata, ada utang piutang. Tapi, klien kami tidak pernah melakukan itu (pemalsuan surat),’’ kata Ronald.
Status tanah itu kini secara hukum milik koperasi setelah Zainal memenangi dua perkara perdata. Pertama, memenangi perkara perdata melawan Soebiantoro yang menggunakan bukti surat perjanjian utang tersebut. Putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap.
”Kedua, Ferry juga sudah melakukan gugatan perlawanan. Hasilnya, klien kami menang semua,” ujarnya.